Monday, March 11, 2013

Ibu

Hari itu Minggu 13 Januari 2013 ba’da Subuh. Saya peluk lama seorang perempuan bertubuh kurus di bandara Juanda Surabaya. Saya cium keningnya berulang-ulang dan sentuh kulit keriput pipinya. Tidak ada tanda-tanda kesakitan dari pancaran wajahnya. Sedemikian besarnya rasa cinta kasih perempuan ini, sehingga sayapun tidak boleh tahu apa sesungguhnya yang dideritanya.

Satu bulan berselang, perempuan itu menutup hayatnya dengan senyuman di usia 68 tahun. Di usia yang sebenarnya belum terlalu sepuh untuk usia manusia modern saat ini. Beliau mengakhiri lembaran hidup di dunia dengan sebuah renungan yang panjang bagi putra-putrinya. Isak tangis segera menjadi irama yang bersautan di pendopo rumah besar yang menghadap ke arah selatan di pinggiran desa kecil itu.  

Inna Lillahi wa Innaillaihi Roji'uun. Hari itu bertepatan dengan tanggal 8 Pebruari 2013, Jumat Pon sore, waktu Lirboyo, Kediri.

Perempuan kurus itu adalah ibu saya. Seorang ibu yang tidak pernah neko-neko dalam menjalani hidup ini. Dari segi penampilan, beliau bukan sosok perempuan yang suka berdandan, tidak pernah memakai gincu atau lipstick, minyak wangi, cream bath, rebounding rambut, atau semacamnya. Dari segi materi, beliau bukan termasuk dalam character seseorang yang suka menimbun harta benda, apalagi yang berupa gelang, kalung, anting atau perhiasan emas yang lain.  Sepanjang hidup beliau, saya belum pernah menemukan ada perhiasan yang menempel di jari manisnya maupun yang bergantung di lehernya. She was so simple.