Wednesday, December 11, 2013

Takkan Selamanya

Bisa jadi pengalaman hidup saya ini, pernah sampeyan alami. Bisa jadi, apa yang saya alami ini, akan sampeyan alami juga. Karenanya, saya tulis ini di Blog Celometan untuk berbagi pengalaman, mumpung Alloh masih memberi kita kesempatan. Kalau nafas sudah tidak ada lagi, maka itulah harga sebuah penyesalan.

Saya temui lelaki tua ini dua minggu yang lalu.  Tinggal sendiri di rumah gedhong di ujung gang kampung. Dulu sering kami bercanda dan saling berolok bahwa rumah itu lebih cocok dan mirip dengan kantor kecamatan dari segi ukurannya, ketimbang rumah untuk bertempat tinggal. Dan memang benar, kalau sampeyan sempat mampir ke gubuk lelaki tua ini, akan sangat kaget, bahwa rumah seluas itu ternyata hanya dihuni oleh dua orang saja. Lelaki tua ini adalah Bapak saya.



"Takkan selamanya tanganku mendekapmuTakkan selamanya raga ini menjagamu

Seperti alunan detak jantungkuTak bertahan melawan waktu
Dan semua keindahan yang memudarAtau cinta yang telah hilang"





Wednesday, July 31, 2013

Kaki dan Hati

Sejarah bukan hanya mencatat apa saja yang pernah dilakukan oleh anak Adam. Namun juga, melalui sejarah, anak Adam dapat belajar dan memprediksi apa yang akan terjadi untuk masa depannya.  Saya selipkan tulisan di akhir bulan ini dengan dua pesan, pertama tentang kesaktian kaki dan yang kedua tentang kesaktian hati. Semoga melalui kaki dan hati ini, sampeyan dan saya dapat mencatat sejarah yang baik yang kelak akan dibaca oleh anak-cucu kita.


Pertama: Tentang Kaki

Kalau sampeyan merasa jago untuk dapat berdiri tidak bergeming, maka tantangan ini berlaku untuk sampeyan pada hari Jumat malam nanti di masjid kampung kami.  Challenge ini berkaitan dengan apa yang sudah disampaikan oleh pak Kyai alias Imam Masjid kami bahwa khatamul Quran akan dilakukan pada malam itu.

Masjid Kampung (Photo Courtesy of MAS Katy Center)
Track record tahun-tahun sebelumnya sudah menunjukkan betapa galak si Imam dengan menggiring para makmum untuk mengikuti lantunan ayat suci dan ditambah dengan doa penutupnya. Kalau hanya bacaan surat dari Al-Quran-nya sih ok-ok saja, yang bikin keder para makmum adalah bacaan Qunut sekaligus doa khatamul Quran. Sudah tak terhitung berapa puluh makmum baik itu anak kecil yang akhirnya mewek (baca: menangis) maupun orang dewasa yang akhirnya memilih untuk sujud mendahului si Imam karena sudah tidak tahan lagi menunggu kapan bacaan doa-nya akan selesai. :-)


Monday, July 15, 2013

Balapan Tarawih

Tahun ini, berpuasa di kampung saya terasa sekali beda dan tantangannya. Mengapa? karena perlu persiapan fisik yang lumayan prima untuk menjalaninya. Bukan saja untuk “survive” di siang hari (Subuh pukul 5:15am dan Maghrib pukul 8:30pm), tetapi juga kegiatan malam hari yang ketat dimana tarawih/iktikaf adalah menu utamanya. Untung saja, semua kegiatan ini tidak berbenturan dengan jadwal sekolah anak-anak karena memang kebetulan pas dengan liburan panjang Summer.

Pagi ini, saya terbangun ketika jam beker saya sudah menunjukan pukul 4:37am. Kalau bukan karena janji yang saya ucapkan semalaman, tentu tidak perlu kalang kabut seperti ini. Saya janjikan kepada anak-anak kalau menu untuk sahur adalah giliran ayahnya ini yang akan masak. Lha kok ndilalah ya bangun-nya telat pisan. Meski dengan super kilat, akhirnya makanan tersaji di meja dengan hanya 10 menit menjelang imsak.  Edan…

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Pak Kyai di Masjid tempat saya tinggal rasanya sudah tidak lagi galak dalam hal lamanya menjalankan ibadah sholat malam ini. Paling tidak, selama satu minggu pertama ini pak Kyai “belum ekstrim” sekali. Factor lamanya berdiri ketika membaca doa Qunut masih relatively bisa di-handle dengan baik oleh anak saya yang bungsu. Di hari pertama, anak saya ini sempat stress kalau-kalau bacaan Doa Qunut-nya lama, e..e.. ternyata pada Witir yang terakhir hanya Qulhu dan langsung sujud. Amanlah dia… :-)

Saya memakai anak saya yang ragil ini sebagai barometer karena tahun lalu si doi ini hampir mogok dan kapok kalau diajak Tarawih, karena doa yang dibaca oleh si Imam ini nggak ketulungan panjangnya. It’s really-really long, 30-45 minutes for Qunut only. Kresa-kresugelisahngedumel sendiri adalah bagian rutin tahun lalu yang dirasakan oleh anak-anak kecil usia 10 tahun ke bawah, apalagi kalau pas Ruku-nya super lama atau Sujud-nya lama sekali.  Bahkan si ragil ini sampai nyeletuk, “What kind of doa is he reciting?”

Tuesday, July 09, 2013

Nawaitu

Kalau saja mulainya Ramadan dan Lebaran dijadikan tolok ukur kebersamaan umat, maka rasanya dari tahun ke tahun, kita ini lebih banyak ketidakbersamaannya ketimbang kebersamaannya. Lha piye? wong setiap tahun mesti eker-ekeran (baca: perselisihan) dalam menentukan kapan mulainya berpuasa. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun eker-ekeran itu terjadi lagi. Dan saya tidak kaget, sudah well prepared, karena sudah hafal dengan ritme perbedaan seperti ini.

Bahkan kalau ditilik lebih jauh, ini adalah babak awal dari episode eker-ekeran. Sampeyan jangan heran kalau di akhir bulan nanti akan muncul eker-ekeran babak kedua dalam menentukan kapan hari rayanya. Iya to?

Untuk urusan khilafiyah seperti ini, dari awal saya sudah declare kepada anak-anak dan istri saya untuk masuk dalam barisan makmum saja. Makanya, bersyukurlah sampeyan yang sudah tahu hukum penyebab adanya perbedaan penentuan hari itu. Hidup ini terasa lebih indah dengan nuansa toleransi di sekitar saudara-saudara kita yang berpegang teguh pada prinsip. Nah repotnya khan masyarakat kita ini tidak semuanya berisi makmum yang paham adanya perbedaan ini. Lha mumet sekarang menjelaskan konsep ini kepada anak-anak kita :-).

Namun demikian, memang hebat umat ini. Belum pernah saya mendengar karena eker-ekeran penentuan hari pertama puasa, kemudian ada sekelompok umat yang boikot, mutung, njegot, nggondok, dan tidak menjalankan puasa Ramadan sama sekali sebagai aksi protes kepada para ulama/umaro yang mengakibatkan perbedaan tanggal dimulainya puasa. Iya khan?

Tuesday, June 25, 2013

Separuh Aku

Sudah tidak terhitung berapa kali lagu Noah ini saya putar melalui media player di rumah, hasilnya masih saja sama. Istri saya masih juga cemberut. Malahan pagi ini, ketika sambil mandi, sengaja saya teriak-teriak menyanyikan lagu ini, si doi tambah senewen.

“Dengar lara-ku…
Suara Hati Ini
Memanggil Nama-mu
Karena separuh Aku
Dirimu”.

Apa pasal?

Jawaban singkatnya karena Facebook sialan itu. Si Doi ini kayaknya sudah mulai kesel ketika mengetahui akan ada “Reuni Perak 25 tahun SMA” dimana saya dulu sekolah. Lebih celaka lagi, karena adanya momentum reuni ini, secara sadar atau tidak, telah menyedot waktu saya untuk sering duduk di depan monitor PC dan cellphone untuk memperhatikan lalu-lintas perjalanan update berita melalui facebook dari teman-teman yang sudah lama tidak bertemu, yang telah dipisahkan oleh jarak dan waktu.

Apalagi kalau sudah mendengar suara “cengkling” tanda ada message yang masuk dari facebook. Gage-gage (baca: buru-buru) melihat ada apa gerangan di facebook, segera ingin tahu siapa yang nulis, apa yang ditulis, kemudian mesem sendiri setelah membaca message itu, terus ngguyu sendiri, langsung siap-siap ingin ngebales, dan seterusnya. Nah sialnya semua gerak-gerik dan perilaku saya ini terus diperhatikan secara intens oleh istri saya. Jadilah ter-akumulatif malam kemarin sehingga doi ngambek dan kemarin malam di tempat tidur, saya di-sapih hanya di-ingkuri oleh geger-e thok. Lha…lak  ciloko awak  iki. Kademen. :-)

Thursday, June 20, 2013

Tiga Hari

Pagi ini, saya baru menyadari bahwa tiga (3) adalah salah satu angka yang keramat.  Tiga termasuk bagian dalam deretan angka ganjil yang kerap menjadi bagian ritual keseharian kita. Coba sampeyan perhatikan, 3 kali kita baca doa yang sama ketika ruku atau sujud, 3 kali mengusap tempat yang sama saat ber-wudlu, tiga kali talaq baru tok cer nggak boleh disentuh lagi, perlu tiga warna dasar untuk membuat warna yang lain, perlu tiga kaki untuk dapat berdiri stabil, dan masih banyak tiga yang lain.

Jadi memang hebat yang namanya angka tiga ini. Makanya, kalau sampeyan berencana mempunyai anak, bersiaplah untuk mempunyai tiga anak. Kalau sekarang sudah terlanjur dua anak saja dan “si pabrik-nya sudah tutup”, jangan kuatir… bersiaplah untuk anak yang ketiga dengan memilih anak yatim sebagai anak asuh sampeyan. Jadi syarat tiga anak masih terpenuhi. Gampang to ?

Demikian juga dengan membangun rumah. Mulai dari awal, sampeyan persiapkan 3 rumah sekaligus, jangan tanggung-tanggung: rumah di dunia ini, rumah di alam kubur nanti dan rumah masa depan di akherat nanti. Jaminan dah untuk Fidunya khasanah dan juga Akhiroti Khasanah. Bukankah itu yang hakiki sebenarnya yang kita cari? Hidup senang di dunia, mati nya nanti khusnul khotimah, dan pada hari pembalasan masuk ke Jannah.  Peh… Top markotop Jos Gandos…Iya to?

Thursday, June 13, 2013

Melawan Arus

Masyarakat menuntut sesuatu yang balance atau seimbang alias serasi dalam kehidupan kita. Iya apa nggak? Jadi, ketika masyarakat melihat sesuatu yang tidak balance, maka akan muncul “distorsi” nilai yang berujung pada rasan-rasan secara kolektif atau “menggunjing secara berjamaah”. Edan khan? Dimana semua itu muncul hanya karena ada yang njomplang ketika syarat keserasian itu tidak terpenuhi. 

Biar gampang, begini illustrasinya.

Dalam bermasyarakat, seorang perempuan yang cantik, dikatakan mempunyai kehidupan yang balance jika mempunyai suami yang ganteng. Itu baru namanya balance. Iya to? Seorang yang milyader, kalau menikah harusnya dengan yang trilyuner. Itu baru namanya balance.  Demikian juga sebaliknya, kalau mukanya sudah reot jelek ngentutan, ya…cocoknya berpasangan dengan mereka-mereka yang jorok. Hmm :-).
    
Itulah hukum kesetimbangan dalam nalar manusia dan, believe it or not, berlaku dalam masyarakat kita. Hal yang serupa juga disodorkan melalui tontonan di movie, tayangan sinetron, ketoprak atau ludruk. Peran Arjuna, nggak mungkin diperankan oleh seseorang yang jelek rupanya. Peran mbok emban dalam edisi ketoprak selalu diperankan oleh mereka yang oversize ukuran body- nya. Iya khan? Cara berpikir kita masih sebatas fisik penampilan saja.

Monday, June 10, 2013

Pihak Ketiga

Bahwa saya jatuh hati kepada gadis ini bukan karena factor fisik, itu tidak seluruhnya benar. Ya… saya akui bahwa saya jatuh hati pertama kali karena kecantikan fisik gadis ini. Meskipun fisik yang dulu ramping itu, sekarang berubah menjadi semlohay alias mekar ke sebelah kiri dan kanan dari pinggang, perut, dan lekukan leher, itu menjadi urusan belakangan. Iya toKlemben-klemben Roti-Roti… Mbiyen-mbiyen sakiki-sakiki…. :-).  Yang dulu ya dulu, yang sekarang, you just face it and swallow it  :-).

Sembilan belas tahun hidup bersama, bukan waktu yang pendek untuk ukuran membangun bahtera sebuah keluarga. Coba sampeyan bayangkan, berangkat dari dua keluarga yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, tingkat ekonomi yang berbeda, cara berpikir yang berbeda, kemudian disatukan dalam satu rumah untuk hidup bersama. Tentu sampeyan sudah bisa menebak, suasana honeymoon hanya berlaku selama satu bulan pertama semenjak usia pernikahan. Selebihnya adalah masa terjadinya padhu, gontok-gontokan, atau istilah yang lebih lembut gothak-gathik-gathuk. :-)

Pengalaman menunjukan, satu hal yang membuat kemelut keluarga menjadi lebih kisruh adalah memperpanjang urusan yang tidak perlu. Kebanyakan dari kita gagal dalam hal meng-eksekusi keputusan untuk move on. Kalau memang ada masalah komunikasi yang nggak jalan semestinya, maka saran saya adalah jangan ditunda-tunda untuk segera diselesaikan. Kenapa? kalau nanti “bisul” itu meletus, perang dunia ketiga adalah hal yang wajar akan terjadi dalam rumah tangga kita.

Sunday, May 05, 2013

Burung Itu Terbang (Bagian 4 - Tamat)

BAGIAN 4 (Tamat)

Son, this is the last chapter of the total four sequel stories. The first chapter (BAGIAN 1) brought you back to where you were. The last two chapters (BAGIAN 2 and 3) shaped who you were. Utilize your time flawlessly, before moving from one chapter to another. You do not want to break the chain just by skipping the reading, do you? (Prahoro Nurtjahyo, May 5, 2013)

Hidup manusia ini memang sangat-sangat singkat. Sesingkat mata berkedip. Tahu-tahu sudah pukul 5 sore, padahal masih banyak tugas kantor yang belum terselesaikan. Tahu-tahu sudah hari minggu malam, padahal baru saja kemarin rasanya istirahat dari capeknya kerja seminggu. Tahu-tahu anak akan masuk ke college padahal rasanya baru saja kemarin kita gendong dia. Dan, masih banyak tahu-tahu... tahu-tahu... yang lain seabreg yang kita baru menyadarinya belakangan.

”Tahu-tahu” adalah salah satu bentuk dari ”keteledoran” kita dimana tabiat manusia yang selalu bermain dengan waktu dan sering lupa bahwa waktu bukanlah sesuatu yang bisa ditawar atau di-bargain. Karena begitu lewat waktu Maghrib, sholat sampeyan bukan lagi sholat Maghrib namanya, tapi sudah menjadi bagian sholat Isha. Demikian juga seterusnya.

Waktu akan terus berputar, tidak peduli berapapun harga bargaining yang sampeyan tawarkan untuk membuatnya berhenti, walaupun itu hanya untuk sesaat saja. Ini adalah tik-tok-tik-tok dari Alloh dimana you just cannot bargain it. You live with it. Nafas kita sejalan dengan tik-tok-tik-tok tadi. Ketika tik-tok-tik-tok berhenti, maka berhentilah jantung kita. Jadi, jangan sekali-sekali menawar harga untuk tik-tok-tik-tok ini kalau sampeyan belum mengukur resiko yang nanti akan sampeyan hadapi.

Burung Itu Terbang (Bagian 3)


BAGIAN 3


Family bonding is a must to do. That is not an optional. Life is short, even too short for blinking our eye. Seems like yesterday we played soccer together at the apartment.  Now, you are about to start college. Time flies so fast.

As for bonding, just keep it in mind, in every event, if everyone in the family enjoys it, then you need to keep it that way. On the other hand, if only one of them enjoys it, you need to think again whether this is the right activity to continue.  (Prahoro Nurtjahyo, May 5, 2013)

Burung Itu Terbang (Bagian 2)

BAGIAN 2


It is human nature. Someone will go in and out from your life. The fact is I know from the beginning that the time will come.  I hold him every night and day just to be in no doubt: When the time really comes, I will be ready.  As a matter of fact, I have never been ready for this. I wished I could, but I certainly cannot dominate his life just for the sake of my self-esteem.

He needs to learn and will face his own challenge in this world and how prepare it for the day after.

I am writing the story not only to show how much I love him, but also to let him know how much I really care about him. Wallohi, it does matter for me, but I do not really care whether he will make daily do’a for me after my funeral. To tell the truth, what does really concern me is whether I have provided better preparation for him before I let him out. Cause, out there is the real life. It is jungle out there.

Before he flies far away, I want him to know how grateful I am to have him in my life. I am not asking him more than what he has given to me: Pride. (Prahoro Nurtjahyo, May 5, 2013)


Burung Itu Terbang (Bagian 1)

BAGIAN 1


Son, starting today, you are lawfully indorsed as an adult. Like it or not, this is point of no return. Consequently, you hold your own responsibility. Under this circumstance, be very careful with any act you perform because you will be asked for the accountability. I cannot be at your place to any further extent.

I deliberately did not give you a present for this year birthday. Well, I am sorry for that. Indeed, starting from today onward, you are not entitled anymore for those kinds of senseless gifts. Believe me, those are fakes.

As a substitute, without being cheap, I give you this Personal Notes as everlasting birthday present. At some point, if I miss your birthday in the future, you can still read this story again and again :-). Besides, you need to learn more literature in Bahasa Indonesia :-). As a hint, the full messages are within the words, between the lines. You will not precisely find the genuine meaning of the story if you just “plainly” read it. Wish you find the true message behind the story. Happy Birthday My Son! (Prahoro Nurtjahyo, May 5, 2013)


Wednesday, May 01, 2013

Klenik

For the last couple weeks, Indonesian local media has been dominated by the story of Eyang Subur, his 7 wife(s) and his klenik ability. Moreover, the recent rumor (or hoax?) after revealing many famous artists, comedians, government officials used to be Eyang Subur’s apprentices, including the prominent Governor of DKI Jakarta Mr. Jokowi, has set a booster to place it to the top lists of infotainment news.  

What is Klenik? In my childhood, Klenik is a phrase that associates with supernatural.

I am writing this column not to defend Eyang Subur (believe me I am not a member of his cult :-)), but it is merely to see how this kind of activities are common in Indonesia. Furthermore, it is required extra work and proper knowledge to see why this is happening in our society than just saying, “Eyang… you are misguided.” It will not solve the problem by putting him in jail or giving him fine. This is not like another spotlight case when you are speeding in highway over 90 MPH, you will get ticket and jail. The issue is more on socio-culture problem that has been there for quite long time and there are many kind of “Eyang Subur” out there.

Tuesday, April 16, 2013

Facebook: from Chatting to Cheating

Sejak jaman Nabi Adam sampai sekarang, munculnya teknologi selalu dibarengi dengan perubahan dalam peradaban manusia. Sebagai contoh, penemuan lampu oleh Thomas Edison merupakan gejolak besar-besaran dalam era industri. Ya paling tidak di kampung saya, sejak lampu dan listrik masuk desa, banyak para orang-tua yang melekan atau jagongan sambil mendengarkan siaran wayang kulit dari Radio RRI. Sebelumnya, jam 9 malam sudah pada tidur angkrem di rumah masing-masing. Makanya tidak heran, kalau orang-orang dulu, anaknya pada banyak...he...he..he. :-)

Peran user (pemakai teknologi) sangat menentukan seberapa jauh lompatan teknologi itu sendiri. Demand yang tinggi akan berkaitan dengan nilai ekonomi pasarnya. Dan kalau teknologi itu dikemas tidak saja secara ergonomic, tetapi juga secara human-omic (alam bawah sadar manusia merasa dimanjakan oleh kemudahan teknologi itu) maka potensi untuk terus berkembangnya menjadi sesuatu yang tidak dapat dibendung lagi seperti air bah yang datang dari tanggul yang jebol. Make sense khan?

Salah satu contoh perkembangan tekonologi yang pesat adalah dunia cyber. Internet, produk teknologi yang saat ini menduduki makom tertinggi dan sudah diluar kendali manusia lagi. Sangat liar. Edan tenan! Disadari atau tidak, keberadaan Internet telah mengubah tatanan kehidupan manusia yang bermasyarakat. Bumi, tata surya, dan galaksi seluas jagad raya ini dapat sampeyan ”kuasai” hanya dalam genggaman sebuah cellphone. Tidak pernah terpikir sebelumnya.

Thursday, April 11, 2013

Our First Camp (Part 3/3)

The three (3) hours driving was so much worth it after all. I am sure most of us can remember some "Old Sayings" our parents or grand-parents used to repeat to us day after day, "As long as the activity you did is able to let a trail of good memory, then that activity is worth it to fight for".  

Sleeping under thousand stars, it was something you may not find in everyday life. No rain, no cold, it was just adding the perfectness of our camping.

The top seven favorites list of  Family Bonding Activities are:
  1. A 120 lbs Crawsfish Party
  2. Canoeing
  3. Quiz: Guessing Picture
  4. Fishing
  5. A Night Walk
  6. Volleyball
  7. Mountain biking

Wednesday, April 10, 2013

Galau

It was Tuesday late afternoon at Caitlyn Court, Houston, Texas. The wind blew from east side of our house. Our work was still half done. My wife started to fetch all cats to our garage. My hand was full of dirt that later I realized the gloves were not properly functioned.

Spring time was dominating our garden activities. This year, the season was coming late. My wife and I were not sure if the plants would be survive during next Winter season as now practically they only contain less than 6 months to strengthen the roots, the stems, the branches, and to grow the leaves. Those have not yet considered on how to survive against Texas hot weather during Summer season or any disease that may come due to insect, bug or overdose of pesticide.

That evening, surrounding our dining table for supper, we started all conversation as used to have every night. My oldest son commented the question I had about his photo that I have never seen it before. He simply said, “You do not know about the photo’s event? Where were you in my life?”



From his tone, I knew he practically made a joke on me. But the sentence, “Where were you in my life?” was good enough to halt my nerve for a while. How come I do not know his activity while we both live in the same roof? Am I that bad as a father?

That table is practically our hub station place inside our house. After finishing our dinner, everyone was back upstairs to work on their own activities at their own place. For them, they mostly work for homework. And for me? As usual, I was sitting back in front of PC Monitor reading email, googling internet, facebook, and writing blogs. In my fitful gloom, I was asking myself, if this routine done it in daily life, can I expect to have better quality of life? can I expect to have better family relationship? will I know what my kids doing? moreover, can I  be a better parent? Wallohualam (Prahoro Nurtjahyo, April 10, 2013)

Monday, April 08, 2013

Sleepless in Forest

Kalau saya katakan tidur di tenda itu comfy atau physically peaceful, artinya saya berbohong pada diri sendiri. Tidur di hutan itu, jauh dari yang namanya nyenyak. Maka, kalau ukuran sampeyan ikut camping HANYA karena kriteria tidurnya nanti enak atau tidak, maka sampai kapanpun, saya jamin bahwa sampeyan tidak akan pernah ikutan camping.

Paling tidak, saya menemukan tiga (3) alasan mengapa tidur pada saat camping menjadi tidak nyenyak, tidak peduli seberapa-pun besar ukuran airbed-nya atau seberapa-pun tebal lapisan selimut-nya.

Monday, March 11, 2013

Ibu

Hari itu Minggu 13 Januari 2013 ba’da Subuh. Saya peluk lama seorang perempuan bertubuh kurus di bandara Juanda Surabaya. Saya cium keningnya berulang-ulang dan sentuh kulit keriput pipinya. Tidak ada tanda-tanda kesakitan dari pancaran wajahnya. Sedemikian besarnya rasa cinta kasih perempuan ini, sehingga sayapun tidak boleh tahu apa sesungguhnya yang dideritanya.

Satu bulan berselang, perempuan itu menutup hayatnya dengan senyuman di usia 68 tahun. Di usia yang sebenarnya belum terlalu sepuh untuk usia manusia modern saat ini. Beliau mengakhiri lembaran hidup di dunia dengan sebuah renungan yang panjang bagi putra-putrinya. Isak tangis segera menjadi irama yang bersautan di pendopo rumah besar yang menghadap ke arah selatan di pinggiran desa kecil itu.  

Inna Lillahi wa Innaillaihi Roji'uun. Hari itu bertepatan dengan tanggal 8 Pebruari 2013, Jumat Pon sore, waktu Lirboyo, Kediri.

Perempuan kurus itu adalah ibu saya. Seorang ibu yang tidak pernah neko-neko dalam menjalani hidup ini. Dari segi penampilan, beliau bukan sosok perempuan yang suka berdandan, tidak pernah memakai gincu atau lipstick, minyak wangi, cream bath, rebounding rambut, atau semacamnya. Dari segi materi, beliau bukan termasuk dalam character seseorang yang suka menimbun harta benda, apalagi yang berupa gelang, kalung, anting atau perhiasan emas yang lain.  Sepanjang hidup beliau, saya belum pernah menemukan ada perhiasan yang menempel di jari manisnya maupun yang bergantung di lehernya. She was so simple.