Tuesday, June 25, 2013

Separuh Aku

Sudah tidak terhitung berapa kali lagu Noah ini saya putar melalui media player di rumah, hasilnya masih saja sama. Istri saya masih juga cemberut. Malahan pagi ini, ketika sambil mandi, sengaja saya teriak-teriak menyanyikan lagu ini, si doi tambah senewen.

“Dengar lara-ku…
Suara Hati Ini
Memanggil Nama-mu
Karena separuh Aku
Dirimu”.

Apa pasal?

Jawaban singkatnya karena Facebook sialan itu. Si Doi ini kayaknya sudah mulai kesel ketika mengetahui akan ada “Reuni Perak 25 tahun SMA” dimana saya dulu sekolah. Lebih celaka lagi, karena adanya momentum reuni ini, secara sadar atau tidak, telah menyedot waktu saya untuk sering duduk di depan monitor PC dan cellphone untuk memperhatikan lalu-lintas perjalanan update berita melalui facebook dari teman-teman yang sudah lama tidak bertemu, yang telah dipisahkan oleh jarak dan waktu.

Apalagi kalau sudah mendengar suara “cengkling” tanda ada message yang masuk dari facebook. Gage-gage (baca: buru-buru) melihat ada apa gerangan di facebook, segera ingin tahu siapa yang nulis, apa yang ditulis, kemudian mesem sendiri setelah membaca message itu, terus ngguyu sendiri, langsung siap-siap ingin ngebales, dan seterusnya. Nah sialnya semua gerak-gerik dan perilaku saya ini terus diperhatikan secara intens oleh istri saya. Jadilah ter-akumulatif malam kemarin sehingga doi ngambek dan kemarin malam di tempat tidur, saya di-sapih hanya di-ingkuri oleh geger-e thok. Lha…lak  ciloko awak  iki. Kademen. :-)

Thursday, June 20, 2013

Tiga Hari

Pagi ini, saya baru menyadari bahwa tiga (3) adalah salah satu angka yang keramat.  Tiga termasuk bagian dalam deretan angka ganjil yang kerap menjadi bagian ritual keseharian kita. Coba sampeyan perhatikan, 3 kali kita baca doa yang sama ketika ruku atau sujud, 3 kali mengusap tempat yang sama saat ber-wudlu, tiga kali talaq baru tok cer nggak boleh disentuh lagi, perlu tiga warna dasar untuk membuat warna yang lain, perlu tiga kaki untuk dapat berdiri stabil, dan masih banyak tiga yang lain.

Jadi memang hebat yang namanya angka tiga ini. Makanya, kalau sampeyan berencana mempunyai anak, bersiaplah untuk mempunyai tiga anak. Kalau sekarang sudah terlanjur dua anak saja dan “si pabrik-nya sudah tutup”, jangan kuatir… bersiaplah untuk anak yang ketiga dengan memilih anak yatim sebagai anak asuh sampeyan. Jadi syarat tiga anak masih terpenuhi. Gampang to ?

Demikian juga dengan membangun rumah. Mulai dari awal, sampeyan persiapkan 3 rumah sekaligus, jangan tanggung-tanggung: rumah di dunia ini, rumah di alam kubur nanti dan rumah masa depan di akherat nanti. Jaminan dah untuk Fidunya khasanah dan juga Akhiroti Khasanah. Bukankah itu yang hakiki sebenarnya yang kita cari? Hidup senang di dunia, mati nya nanti khusnul khotimah, dan pada hari pembalasan masuk ke Jannah.  Peh… Top markotop Jos Gandos…Iya to?

Thursday, June 13, 2013

Melawan Arus

Masyarakat menuntut sesuatu yang balance atau seimbang alias serasi dalam kehidupan kita. Iya apa nggak? Jadi, ketika masyarakat melihat sesuatu yang tidak balance, maka akan muncul “distorsi” nilai yang berujung pada rasan-rasan secara kolektif atau “menggunjing secara berjamaah”. Edan khan? Dimana semua itu muncul hanya karena ada yang njomplang ketika syarat keserasian itu tidak terpenuhi. 

Biar gampang, begini illustrasinya.

Dalam bermasyarakat, seorang perempuan yang cantik, dikatakan mempunyai kehidupan yang balance jika mempunyai suami yang ganteng. Itu baru namanya balance. Iya to? Seorang yang milyader, kalau menikah harusnya dengan yang trilyuner. Itu baru namanya balance.  Demikian juga sebaliknya, kalau mukanya sudah reot jelek ngentutan, ya…cocoknya berpasangan dengan mereka-mereka yang jorok. Hmm :-).
    
Itulah hukum kesetimbangan dalam nalar manusia dan, believe it or not, berlaku dalam masyarakat kita. Hal yang serupa juga disodorkan melalui tontonan di movie, tayangan sinetron, ketoprak atau ludruk. Peran Arjuna, nggak mungkin diperankan oleh seseorang yang jelek rupanya. Peran mbok emban dalam edisi ketoprak selalu diperankan oleh mereka yang oversize ukuran body- nya. Iya khan? Cara berpikir kita masih sebatas fisik penampilan saja.

Monday, June 10, 2013

Pihak Ketiga

Bahwa saya jatuh hati kepada gadis ini bukan karena factor fisik, itu tidak seluruhnya benar. Ya… saya akui bahwa saya jatuh hati pertama kali karena kecantikan fisik gadis ini. Meskipun fisik yang dulu ramping itu, sekarang berubah menjadi semlohay alias mekar ke sebelah kiri dan kanan dari pinggang, perut, dan lekukan leher, itu menjadi urusan belakangan. Iya toKlemben-klemben Roti-Roti… Mbiyen-mbiyen sakiki-sakiki…. :-).  Yang dulu ya dulu, yang sekarang, you just face it and swallow it  :-).

Sembilan belas tahun hidup bersama, bukan waktu yang pendek untuk ukuran membangun bahtera sebuah keluarga. Coba sampeyan bayangkan, berangkat dari dua keluarga yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, tingkat ekonomi yang berbeda, cara berpikir yang berbeda, kemudian disatukan dalam satu rumah untuk hidup bersama. Tentu sampeyan sudah bisa menebak, suasana honeymoon hanya berlaku selama satu bulan pertama semenjak usia pernikahan. Selebihnya adalah masa terjadinya padhu, gontok-gontokan, atau istilah yang lebih lembut gothak-gathik-gathuk. :-)

Pengalaman menunjukan, satu hal yang membuat kemelut keluarga menjadi lebih kisruh adalah memperpanjang urusan yang tidak perlu. Kebanyakan dari kita gagal dalam hal meng-eksekusi keputusan untuk move on. Kalau memang ada masalah komunikasi yang nggak jalan semestinya, maka saran saya adalah jangan ditunda-tunda untuk segera diselesaikan. Kenapa? kalau nanti “bisul” itu meletus, perang dunia ketiga adalah hal yang wajar akan terjadi dalam rumah tangga kita.