Wednesday, July 31, 2013

Kaki dan Hati

Sejarah bukan hanya mencatat apa saja yang pernah dilakukan oleh anak Adam. Namun juga, melalui sejarah, anak Adam dapat belajar dan memprediksi apa yang akan terjadi untuk masa depannya.  Saya selipkan tulisan di akhir bulan ini dengan dua pesan, pertama tentang kesaktian kaki dan yang kedua tentang kesaktian hati. Semoga melalui kaki dan hati ini, sampeyan dan saya dapat mencatat sejarah yang baik yang kelak akan dibaca oleh anak-cucu kita.


Pertama: Tentang Kaki

Kalau sampeyan merasa jago untuk dapat berdiri tidak bergeming, maka tantangan ini berlaku untuk sampeyan pada hari Jumat malam nanti di masjid kampung kami.  Challenge ini berkaitan dengan apa yang sudah disampaikan oleh pak Kyai alias Imam Masjid kami bahwa khatamul Quran akan dilakukan pada malam itu.

Masjid Kampung (Photo Courtesy of MAS Katy Center)
Track record tahun-tahun sebelumnya sudah menunjukkan betapa galak si Imam dengan menggiring para makmum untuk mengikuti lantunan ayat suci dan ditambah dengan doa penutupnya. Kalau hanya bacaan surat dari Al-Quran-nya sih ok-ok saja, yang bikin keder para makmum adalah bacaan Qunut sekaligus doa khatamul Quran. Sudah tak terhitung berapa puluh makmum baik itu anak kecil yang akhirnya mewek (baca: menangis) maupun orang dewasa yang akhirnya memilih untuk sujud mendahului si Imam karena sudah tidak tahan lagi menunggu kapan bacaan doa-nya akan selesai. :-)


Monday, July 15, 2013

Balapan Tarawih

Tahun ini, berpuasa di kampung saya terasa sekali beda dan tantangannya. Mengapa? karena perlu persiapan fisik yang lumayan prima untuk menjalaninya. Bukan saja untuk “survive” di siang hari (Subuh pukul 5:15am dan Maghrib pukul 8:30pm), tetapi juga kegiatan malam hari yang ketat dimana tarawih/iktikaf adalah menu utamanya. Untung saja, semua kegiatan ini tidak berbenturan dengan jadwal sekolah anak-anak karena memang kebetulan pas dengan liburan panjang Summer.

Pagi ini, saya terbangun ketika jam beker saya sudah menunjukan pukul 4:37am. Kalau bukan karena janji yang saya ucapkan semalaman, tentu tidak perlu kalang kabut seperti ini. Saya janjikan kepada anak-anak kalau menu untuk sahur adalah giliran ayahnya ini yang akan masak. Lha kok ndilalah ya bangun-nya telat pisan. Meski dengan super kilat, akhirnya makanan tersaji di meja dengan hanya 10 menit menjelang imsak.  Edan…

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Pak Kyai di Masjid tempat saya tinggal rasanya sudah tidak lagi galak dalam hal lamanya menjalankan ibadah sholat malam ini. Paling tidak, selama satu minggu pertama ini pak Kyai “belum ekstrim” sekali. Factor lamanya berdiri ketika membaca doa Qunut masih relatively bisa di-handle dengan baik oleh anak saya yang bungsu. Di hari pertama, anak saya ini sempat stress kalau-kalau bacaan Doa Qunut-nya lama, e..e.. ternyata pada Witir yang terakhir hanya Qulhu dan langsung sujud. Amanlah dia… :-)

Saya memakai anak saya yang ragil ini sebagai barometer karena tahun lalu si doi ini hampir mogok dan kapok kalau diajak Tarawih, karena doa yang dibaca oleh si Imam ini nggak ketulungan panjangnya. It’s really-really long, 30-45 minutes for Qunut only. Kresa-kresugelisahngedumel sendiri adalah bagian rutin tahun lalu yang dirasakan oleh anak-anak kecil usia 10 tahun ke bawah, apalagi kalau pas Ruku-nya super lama atau Sujud-nya lama sekali.  Bahkan si ragil ini sampai nyeletuk, “What kind of doa is he reciting?”

Tuesday, July 09, 2013

Nawaitu

Kalau saja mulainya Ramadan dan Lebaran dijadikan tolok ukur kebersamaan umat, maka rasanya dari tahun ke tahun, kita ini lebih banyak ketidakbersamaannya ketimbang kebersamaannya. Lha piye? wong setiap tahun mesti eker-ekeran (baca: perselisihan) dalam menentukan kapan mulainya berpuasa. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun eker-ekeran itu terjadi lagi. Dan saya tidak kaget, sudah well prepared, karena sudah hafal dengan ritme perbedaan seperti ini.

Bahkan kalau ditilik lebih jauh, ini adalah babak awal dari episode eker-ekeran. Sampeyan jangan heran kalau di akhir bulan nanti akan muncul eker-ekeran babak kedua dalam menentukan kapan hari rayanya. Iya to?

Untuk urusan khilafiyah seperti ini, dari awal saya sudah declare kepada anak-anak dan istri saya untuk masuk dalam barisan makmum saja. Makanya, bersyukurlah sampeyan yang sudah tahu hukum penyebab adanya perbedaan penentuan hari itu. Hidup ini terasa lebih indah dengan nuansa toleransi di sekitar saudara-saudara kita yang berpegang teguh pada prinsip. Nah repotnya khan masyarakat kita ini tidak semuanya berisi makmum yang paham adanya perbedaan ini. Lha mumet sekarang menjelaskan konsep ini kepada anak-anak kita :-).

Namun demikian, memang hebat umat ini. Belum pernah saya mendengar karena eker-ekeran penentuan hari pertama puasa, kemudian ada sekelompok umat yang boikot, mutung, njegot, nggondok, dan tidak menjalankan puasa Ramadan sama sekali sebagai aksi protes kepada para ulama/umaro yang mengakibatkan perbedaan tanggal dimulainya puasa. Iya khan?