Sunday, November 26, 2006

Matagorda in our Memory 2006

We might have different opinions about definition. But, that's OK. I can live with that. Thanksgiving is an old fashion of the Pilgrims to express their thanks to the Native Americans. There is always a story behind it. That's what my daughter (7-yrs old) and my son (10-yrs old) told me last year.

Nowadays,
we have twisted the way celebrating thanksgiving. Since our family moved in
Houston from College Station, Texas in 2003, Thanksgiving Days means driving away from our crowded city. As a matter of fact, this is how we save our budget from Black Friday shopping (sshhhh..keep quite. Do not tell your wife about this trick. Just imagine on Friday early morning, you were standing in front of Wal-Mart or Best Buy and waiting on the long line, not to mention the cold weather. I had that kind of fun experiences before :-)

This year 2006, we decided to go to Matagorda for fishing. At least 8 families were joining us on this occasion. To accommodate our plan, we rented two vacation houses near the beach for three days. The trip took about 2 hours from
Houston going Southwest via Texas Highway 6 South, 59 South and 60 South.

What happened in
Galveston back on October 28, 2006 has set a new milestone for our new fisherman "community". Two days before we went to Matagorda, we have prepared our fishing gears following a special instruction from our Guru who resides in Woodlands. As most Indonesian's belief, in order to be Guru (baca: NOT dukun), one should live either in a cave or in a jungle/forest/wood to concentrate and enhance his knowledge :-) The Woodlands is good enough representing a forest, isn't it? The chosen one, Mister Zulkarnain Saleh a.k.a. Bang Zul (see http://pancurbatu.blogspot.com) took the lead on our fishing journey and photo documentation. We all have agreed to raise "our standard" one step above for not catching a small fish anymore :-) Our main goal is to catch The Bull Reds. What a Confidence !


Do we meet our goal? I am not the judge, but you can tell me after reading this story and seeing the following photos.

Take a bow to our Guru !
(This photo was taken by Linna)

Too bad, this was the biggest fish we caught on Thursday, November 23, 2006.
(This photo was taken by Bang Zul)


These Grilled Flounders were Yummy, that counts the aluminum foils :-)
(This photo was taken by Helmi)


Erwinsyah Putra have fought with the assumed Bulls for about 10 minutes but no luck on him this time. Someday Bro...
(This photo was taken by Bang Zul)


Our team's celebrating the caught, from left to right: Rafi and Ady Rendusara, Arcandra Tahar, Prahoro Nurtjahyo, Erwinsyah Putra, Dudi Rendusara, Bisma Pradana and Helmi Pratikno. We finally caught the Bull Reds on Friday, November 24, 2006. Helmi (the person on the far right who is wearing Sunglasses) took the credit after fighting with the Bull for almost 25 minutes. Good Job, Buddy! The length was about 40 inches and believe me, it was heavy. I could not lift the line with it for more than 20 seconds.
(This photo was taken by Bang Zul)


See how rude these people are? They kept smiling while the poor fish was crying.
(This photo was taken by Bang Zul)


You do not need to go to Hongkong Supermarket at Bellaire to clean the fish, ask anything: Fillet? Rib? T-Bone Fish Steak? Ning Linna could do it all. She easily chop the Bull's head. Ggrhh !
(This photo was taken by Bang Zul)



Wednesday, November 22, 2006

Value untuk almamater

Saya sebenarnya lebih senang untuk duduk manis dibalik bangku deretan paling belakang sambil melihat lalu lalangnya semua pertunjukan yang ada di depan saya. Geger-nya ITS akhir-akhir ini sempat menggeser posisi duduk saya untuk sedikit maju. Paling tidak dengan tulisan ini, saya memposisikan diri saya pada satu deretan lebih depan daripada posisi saya sebelumnya. Dan tentu, saya minta ijin kepada teman-teman yang duduknya paling belakang, semoga posisi baru saya ini tidak menutupi indera penglihatan anda ke depan mimbar pertunjukan.

Saya memahami ITS sebagai institusi yang berisi kaum priyayi dari kumpulan para intelektual. Artinya, keberadaan institusi ini didukung penuh oleh mereka-mereka yang berpikir secara logis dan menggunakan dalil jika-maka yang sesuai dengan nalar (nalar yang sehat tentunya). Sebagai derivatif-nya, secara otomatis sudah menjadi tugas dan tanggung jawab dari ITS untuk dapat mempertontonkan sebuah wadah yang nalar dan logis. Iya to? lha wong... isinya para intelektual je.

Maka, kalau kenyataan menunjukan hal yang sebaliknya, lembaga inteletual kok berperilaku asal-asalan, sak penake dewe, nah..ini tentunya ada beberapa komponen yang perlu dipetani (bahasa jawa, istilah yang sering dipakai untuk mencari kutu dirambut).

Disadari atau tidak, masyarakat awam diluar sana telah memberikan label kepada mahasiswa, dosen, dan alumni sebagai kelompok intelektual yang dapat dipercaya untuk memberikan pemikirannya yang ilmiah, santun dan profesional. Sangat ironi jika terjadi pengingkaran terhadap sebuah value yang diyakini kebenarannya dari sisi ilmiah. Lha kalau masyarakat ilmiahnya sudah mengorbankan value-nya, kepada siapa lagi masyarakat awam akan meletakkan harapannya? Tentu ada dari kita yang ikut menyela, ”kebenaran itu khan relatif mas....” Saya justeru ingin balik bertanya dengan statement seperti itu. Memangnya value itu merupakan fungsi dari waktu dan tempat? Kalau iya... maka tidak ada lagi yang namanya dosa. Semua tindakan akan dicarikan legitimasinya agar kalau nanti ditanya olehNya akan selesai urusannya. Ini khan sama artinya meng-akali dan mempermainkan Tuhan dengan akal-akalan manusia.

Kehidupan kegiatan kemahasiswaan selama di kampus memang ikut memberikan andil dalam membentuk pola berpikir yang cenderung untuk memainkan posisi how to survive terhadap sebuah sistem yang ditawarkan. Meskipun pada awalnya terjadi fight terhadap sistem yang baru (dimana sistem baru selalu dicurigai) tetapi kebanyakan dari kita selalu berhitung antara kekuatan lawan dan kemampuan yang dimiliki. Sehingga pada akhirnya yang terjadi adalah sebuah kompromi antara value yang kita pegang dengan kekuatan yang berada di luar. Big question-nya adalah seberapa besar value yang kita perjuangkan akan kita gadaikan? Argumentasi berikutnya yang jamak muncul adalah “Jangan kuatir nanti khan ada yang mengontrol pelaksanaannya”… Untuk yang satu ini, percayalah…. sekali kita menggadaikan value yang kita miliki, you are finished.

Pemilihan rektor ITS dan ketua ikatan alumni hanyalah ekses dari sebuah perjalanan panjang yang kita semua mempunyai andil dalam menciptakan sistem yang ada saat ini. Akankah kita kembali kepada nalar dan logika yang sehat? atau mencari justifikasi pembenaran terhadap apa yang sudah terlanjur kita lakukan?

Kalau logika dan nalar hanya berlaku untuk hal-hal yang sifatnya theoretical saja, maka nalar dan akal hanya berfungsi sebagai titik reference cara pandang kita. Disinilah masing-masing individu di ITS (mahasiswa, dosen dan alumni) ditantang seberapa besar effort-nya untuk mempertahankan sebuah value yang diyakini kebenarannya. (Prahoro Nurtjahyo, Rabu, 22 November 2006)

Tuesday, November 14, 2006

Old Town Spring

(Old Town Spring, Texas, November 11, 2006)
For you who like having adventure, you may try to visit a small area (sebesar RT kalau di Indonesia) named Old Town Spring and consider this place as one of your next stops. If you concern about the distance, this place is relatively close to Houston area. You take I-45 and exit 70 going to east. We visited the place last weekend and it was a very nice place to see (especially, in the evening). Here we go our team,


10 adults and 9 children wrapped together (2 kids are missing, who are they?)

Do you see Batman?

Sunday, November 05, 2006

Halal Bihalal Anak-Anak

4 November 2006, Miller Park, Eldridge Parkway.







Keluarga besar para orang tua yang anak-anaknya ikut sekolah setiap hari Sabtu di KJRI, Houston.