Friday, October 24, 2014

Sehat itu Mahal (Bagian 2)

Kriteria sehat akan menjadi hal yang subjectif karena masing-masing dari sampeyan akan mempunyai standard yang berbeda. Sesuatu hal yang lumrah dan sah-sah saja. Apa yang saya tulis pada Sehat itu Mahal bagian 2 ini adalah definisi sehat dengan basis personal experience. Sampeyan boleh untuk tidak setuju dengan hipotesa ini. Mumpung masih nggak bayar kalau berbeda pendapat :-)

Untuk meyakinkan bahwa sampeyan tidak salah menangkap pesan dari yang ingin saya sampaikan, saya ingin highlight premise yang saya jadikan untuk berpijak. Yaitu, "Secara medis, salah satu indikator untuk menentukan apakah kita ini berpotensi untuk tidak sehat adalah ketika keseimbangan antara berat badan dan tinggi badan tidak terpenuhi". 


Keseimbangan ini, umumnya, merujuk kepada BMI (Body Mass Index) sebagai indikator apakah kita masuk dalam kategori berat yang ideal, kurus (alias kurang gizi), atau kegemukan (alias melebar ke samping). Secara definisi, kita masuk dalam kategori berat ideal jika nilai BMI berada dalam range antara 21 sampai 25. Reference yang lain malahan memakai 22 sampai 27.

Ketika saya menginap di rumah sakit, nilai BMI saya hampir 30 (kategori Obese). That was the highest point I have ever had. Sekarang, meskipun sudah turun tetapi masih jauh dari kategory ideal even untuk upper envelope (BMI=25). Satu hal yang saya yakin, ketika kita berada diluar range BMI yang normal (baik itu lebih kecil dari 21 atau di atas 25), maka disitulah limit tubuh manusia yang harus berjuang melawan internal tubuhnya sendiri, sehingga rentan untuk dapat bertahan dari hidup sehat.



Kalau sampeyan sekarang masih merasa OK, padahal BMI sampeyan sudah di luar range yang normal tadi, maka jangan terburu-buru untuk tenang dan merasa aman. Bagi saya, itu hanya masalah waktu saja karena "si doi" sudah mengendap-endap di belakang menunggu ketika internal tubuh sampeyan sudah tidak sanggup lagi menahannya.

Jadi kuncinya ada dimana? 

Kuncinya berada pada berat badan yang ideal. 

Meskipun kita sudah paham tentang konsep ini, tetapi sering sekali lupa atau salah dalam menerapkannya pada pola makan sehari-hari. Yang perlu diingat, setiap asupan makanan yang masuk ke perut, akan ditransfer sebagai bentuk energi untuk menggerakan aktifitas keseharian. Untuk meng-quantify asupan ini, dalam istilah nutrisionist, dikenal dengan sebutan Kalori.

Menurut beberapa referensi, untuk me-maintain berat badan yang sama, tubuh manusia memerlukan kalori sebesar 2000-2500 setiap hari tergantung dari gender. Bahkan ada referensi yang menyebut angka 3000 kalori setiap hari. Namun demikian, saya merasa guidance ini kurang tepat karena sample yang dipakai bukan untuk tipe kalangan orang-orang Indonesia atau Asia.

Tentang kebutuhan kalori ini, ada referensi lain, yang menurut saya lebih make sense, yang memasukan berat ideal ke dalam formula-nya. Rule of thumb, kalori yang kita butuhkan adalah berat badan ideal (kilogram) dikalikan 30 untuk laki-laki atau dikalikan 25 untuk perempuan.

Nah, yang salah kaprah adalah mind set kita sudah dipatok dengan angka 2000 atau 2500 kalori, padahal bisa jadi kebutuhan tubuh kita hanya 1800 kalori sehari. Berapa yang ideal kebutuhan kalori sampeyan per hari, silahkan dihitung sendiri dengan rumus di atas dan tidak harus berpatokan dengan angka 2000 atau 2500 kalori.

Selebihnya ada di Bagian 3, Insha Alloh.

--------------------

Sudah waktunya kita hidup sehat, bukan hanya untuk keluarga dan anak-anak kita, tetapi lebih untuk memanjangkan kalimat Istighfar kepada-NYA. Karena permohonan ampun ini menjadi useless kalau kita sudah mati. Sebelum ajal menjemput, sebelum maut datang menghampiri, mari sama-sama mengingatkan untuk hidup sehat sehingga dapat terus ber-istighfar kepada-NYA. Wallohuallam (Prahoro Nurtjahyo, 24 Oktober 2014)



2 comments:

Frank Amq said...

i feel bad - besok saya run non-stop :-)

Sepeda Kumbang said...

Om Prahoro Bonek, Panjenengan itu berat badannya sdh ok... cuma kurang tinggi setitik....