Wednesday, April 04, 2007

Kampung Saya Mempunyai Lurah Baru

Heboh sekali kampung saya akhir-akhir ini. Maklum, baru saja ada hajatan pelantikan pak Lurah baru. Pak Lurah lama sudah selesai masa dinas-nya dan kembali ke kota. Karena tidak mungkin membiarkan kampung tanpa adanya seorang nakhoda, maka kantor pusat di kota telah menunjuk Lurah baru untuk meneruskan pekerjaan-pekerjaan yang belum rampung di kampung ini.

Meskipun secara pribadi saya belum pernah bertemu dengan pak Lurah baru ini, tetapi yang saya dengar dari suara sayup-sayup, berhembus khabar bahwa pak Lurah baru ini lebih OK. Lho siapa yang bilang? kok berani-beraninya mengatakan lebih OK. Belum tahu kerjanya kok bilang lebih OK. Apakah ada tolok-ukurnya? Apakah ini artinya pak Lurah yang dulu-dulu itu tidak OK? Ah masak iya….? Lha wong katanya setiap Lurah yang ditunjuk untuk kampung saya ini adalah orang-orang pilihan, the best class in the world,… masak ada yang tidak OK? Apa sih standardnya untuk dapat mengatakan seorang Lurah itu OK atau tidak? Nah ketika saya menanyakan balik hal itu, banyak warga kampung yang malah mesam-mesem alias nyengir. Jadi ternyata, OK atau tidak OK adalah bagian dari preference orang per orang dan kasus per kasus.

Kalaulah yang berkomentar tentang “kebaikan” pak Lurah baru ini hanya satu atau dua orang saja, saya tidak perlu ngebut agar tulisan ini cepat terbit di blog Celometan. Lha ini sungguh diluar nalar sehat saya. Coba bayangkan…. dalam satu hari kemarin saja, saya ter-hujani informasi serupa dari sumber-sumber yang berbeda tentang gambaran pak Lurah baru di kampung saya ini. Ruarrr biasa

Sebagai warga kampung, yang dapat saya lakukan hanyalah pasrah menerima apa adanya siapapun yang dikirim oleh kantor pusat untuk menjadi pak Lurah baru di kampung ini. Hak yang masih tertinggal untuk saya sebagai wong cilik (kawulo alit) pada setiap kali ada pergantian jabatan Lurah adalah sebuah harapan. Yaitu adanya harapan agar kampung ini lebih baik dari sebelumnya. Harapan untuk dapat memberikan sesuatu lebih daripada hanya sekedar menerima. Harapan agar dapat bermanfaat untuk masyarakat kita nun jauh disana yang sadar atau tidak adalah bagian dari kehidupan kita. Tentunya masih banyak harapan-harapan yang lainnya.

Sudah menjadi suratan takdir atau hukum alam bahwa semua harapan itu hanya akan tercapai jika kita berusaha dengan keras untuk mewujudkannya. Sebagai warga kampung, saya tahu diri dengan posisi duduk saya di bangku deretan belakang alias menjadi makmum. Sebagai seorang makmum, saya akan Tut Wuri Handayani. Dan kepada siapapun yang berada pada posisi barisan terdepan, silahkan memainkan perannya menjadi pemimpin yang baik. Karena sampai hari, saya masih berkeyakinan bahwa siapapun yang dikirim ke kampung saya ini tentunya mempunyai leadership skill yang jelas bukan kelas kacangan. Iya to?


Kepada pak Lurah yang baru (meskipun saya belum pernah kenalan), saya mengucapkan selamat datang di kampung ini. Anda sudah memulai pekerjaan baru anda dengan baik. Paling tidak suara-suara diluar itu adalah first glance impression yang diterima oleh masyarakat kampung ini. Dan tentunya akan lebih baik lagi jika anda dapat me-maintain awal yang sudah baik ini untuk langkah-langkah selanjutnya. Karena sudah dimulai dengan baik, maka mari kita bersama-sama berusaha agar dapat berakhir dengan baik pula, Khusnul Khotimah. Ini bukan pekerjaan yang ringan, karena semuanya dituntut komitmen yang tidak gampang. No pain, no gain. (Prahoro Nurtjahyo, Rabu, 4 April 2007)

No comments: