Saya berkesempatan berbincang-bincang dengan salah seorang teman yang kebetulan menjadi akrab karena secara kebetulan juga anak-anak kami sama-sama menjadi santri kecil pada salah satu pondok pesantren di kampung kami. Kata kebetulan perlu saya garis bawahi karena kalau pondok pengajian kecil ini tidak pernah ada, maka bisa jadi hubungan kami-pun tidak pernah ada. Paling-paling hanya sekedar “Hallo Mas-Mbak bagaimana khabarnya?” pada setiap kali berpapasan. Ungkapan salam yang jamak kita dengar dalam bahasa sehari-hari sebagai bentuk basa-basi budaya timur. Iya to ?
Untuk itu, sudah sepantasnya saya harus bersyukur dengan keberadaan pondok pesantren anak-anak kecil di kampung ini. Bagaimana tidak? Hubungan persaudaraan yang semula hanya berada pada level “Hallo…” sekarang sudah mulai berubah menjadi ”Mas... Long weekend ini mau ke mana? Ayo pergi mancing yuk!”
Dan tentunya kalau hubungan ini terus berlanjut bukanlah hal yang tidak mungkin jika suatu saat nanti malah dapat di-pleset-kan dan muncul ungkapan yang jauh lebih berani seperti, “Wah... Gue lagi bokek nih… bisa ngutang kagak?” Wah kalau hubungannya sudah mencapai level seperti ini berarti sistemnya harus segera di-reboot ulang :-).
Dan tentunya kalau hubungan ini terus berlanjut bukanlah hal yang tidak mungkin jika suatu saat nanti malah dapat di-pleset-kan dan muncul ungkapan yang jauh lebih berani seperti, “Wah... Gue lagi bokek nih… bisa ngutang kagak?” Wah kalau hubungannya sudah mencapai level seperti ini berarti sistemnya harus segera di-reboot ulang :-).