Tuesday, June 09, 2015

Just for You


Saya merasa paling bahagia di dunia ini kalau mendengar Istri saya ngomel. Apalagi kalau yang dijadikan sasaran adalah semua makhluk yang ada di dalam rumah, yaitu anak-anak dan saya, suaminya. Meskipun marah, nggondok, ngedumel, dan ngomel seharian, seluruh pekerjaan rumah masih dapat diselesaikan dengan baik. Begitulah hebatnya seorang Istri.

Melihat Istri ngomel merupakan berkah yang sangat besar dan bernilai positif bagi saya. Mengapa? Karena dengan cara itu dia bisa melampiaskan kekesalan batin-nya. Sehingga tidak perlu lagi dokter atau obat stress menahan beban sakit batin. Iya to? Semuanya sudah tersalurkan. Bahkan, kalau istri saya sudah mulai ngomel, pekerjaan rumah jadi lebih cepat. Dengan demikian, secara fisik, istri saya menjadi lebih sehat. Itulah kenapa saya bahagia sekali kalau Istri saya di rumah sudah mulai uring-uringan. Alhamdulillah.


Kalau saya melihat Istri saya hanya diam, pasrah dan nrimo begitu saja, justeru ini menjadi kerugian bagi saya. Saya jadi nggak ngerti apa sih mau dia yang sebenarnya.

Di awal pernikahan kami, saya terlanjur beranggapan bahwa pembagian tugas untuk Istri saya adalah seluruh rumah dan segala isinya. Makanya dari awal, saya dengan sadar melihat betapa berat pekerjaan seorang istri ini. Tentu, cara pandang saya ini tidak berlaku sama untuk keluarga yang lain. Ini hanya masalah pilihan, bukan masuk dalam kategori Benar atau Salah. Justeru yang menjadikan masalah bagi kami adalah "apakah dengan pilihan ini, istri saya siap terhadap beban yang akan ditanggungnya?"Karena bentuk pilihan lain, misalnya dengan mengijinkan istri bekerja, sudah tidak masuk dalam radar saya.

Istri saya beranggapan, betapa akan semakin kuat keadaan ekonomi keluarga kami jika dia boleh membantu saya bekerja. Sungguh ini jelas sebuah kesalahpahaman tentang arti hakiki dari "bekerja". Kenapa dia meminta ijin kerja padahal dia sudah sangat bekerja? Dibanding gaji kantor yang rata-rata rendah untuk pegawai pemula, bayaran istri sungguh sudah sangat tinggi. Bayaran itu berupa anak-anak yang selalu bisa berdekatan dengan ibunya, selalu mendapat guyuran perhatian kapan saja yang dia minta. Bisa rewel dan bermanja-manja kapan saja. Lalu, berapa gaji yang harus dipatok pada seorang karyawan yang bisa menghasilkan kerja segemilang ini?

Kemudian soal rejeki itu, wah dia salah paham lagi. Rejeki itu datangnya dari Alloh. Dia menyangka, bahwa karena saya yang bekerja di kantor, maka penghasilan itu semata-mata adalah penghasilan saya. Ini jelas-jelas keliru. Karena sejak semula saya telah ragu, apakah jika saya mendapatkan uang, uang ini bener-bener rejeki saya atau sebenarnya rejeki istri saya yang dititipkan ke saya. Jangan-jangan, saya ini cuma kuli dan dialah juragannya. Jadi, melihat seorang juragan sedang mengomeli kulinya ini, sungguh membuat saya suka tertawa dalam hati dan bahagia sekali. Happy 21st Anniversary. (Prahoro Nurtjahyo, June 2015)

No comments: