Thursday, October 28, 2004

Prediksi Industri MIGAS Indonesia

Ada semacam harapan yang tertunda, was-was atau apapun istilahnya ketika Presiden terpilih SBY mengumumkan susunan kabinet yang disebutnya Kabinet Indonesia Bersatu. Mungkin saya salah, tetapi saya melihat suatu proses yang agak semrawut sehingga terkesan adanya pemaksaan beberapa nama yang masuk dalam jajaran Kabinet tersebut HANYA karena mengejar target tanggal 20 Oktober harus diumumkan. Akan sangat elegan, kalaulah memang sampai tanggal tersebut belum ditemukan orang yang pas untuk jabatan Menteri tertentu, maka dengan rendah hati SBY mengatakan, misalnya “Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, karena saya belum menemukan orang yang sesuai untuk jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, maka jabatan tersebut saat ini masih kosong dan untuk sementara dirangkap oleh Menteri Keuangan. Lebih baik mundur satu minggu untuk kebaikan 5 tahun kedepan”. Ini misalnya.


Mengapa saya katakan harapan yang tertunda atau was-was dengan susunan Kabinet ini terhadap ruang lingkup industri MIGAS di Indonesia? Paling tidak ada dua alasan yang mendasarinya, yaitu Pertama, system yang sudah lama berjalan untuk kegiatan MIGAS memerlukan gebrakan yang frontal dan menyeluruh. Kedua, para Menteri yang terkait dengan industri MIGAS pada kabinet saat ini bukan merupakan figur yang sesuai dalam konteks pembenahan yang ada di bidang MIGAS.

Sistem itu sudah ada

Sudah bukan rahasia lagi bahwa permasalahan MIGAS di Indonesia merupakan wilayah yang untouchable sejak jaman Presiden pertama Sukarno sampai Presiden Megawati. Saking lamanya, maka sudah berjibun banyaknya para juragan (baca: Mafia) pada semua proses baik dari hulu sampai hilir. Makanya ada semacam senyum sinis dari kalangan profesional ekonomi ketika Widya Purnama mengatakan ”Saya akan sikat habis Mafia yang ada di Pertamina”. Suatu gebrakan yang patut untuk didukung jika beliau konsisten dengan apa yang disampaikannya pada awal menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina (Persero). Para mafia ini tidak lagi datang dari kalangan non-pemerintah, tetapi sudah merasuki ke pejabat-pejabat terkait di instansi pemerintahan. Buktinya, ketika Dirut Pertamina mengklaim adanya mafia di Pertamina, tidak ada satupun sanggahan dari divisi-divisi dilingkup Pertamina untuk menyangkal statemen itu. Dengan kata lain, semua komponen sudah TST (Tahu Sama Tahu). Dalam konteks yang lebih luas, para pemainnya ternyata bukan hanya satu orang, tetapi sudah saking banyaknya sehingga kita tidak bisa membedakan mana yang bersih dan mana yang kotor.

Melihat kondisi seperti ini, SBY harus mampu membuka semua tirani yang dulunya dianggap tabu dengan menjadikannya transparan. Tentunya ini bukan pekerjaan yang gampang apalagi dalam tataran pelaksanaan. Karena itu diperlukan support dari para profesional yang mempunyai ketangguhan mental dan konsisten ketika berhadapan dengan para Mafia yang sudah bermain di semua aspek di lingkungan MIGAS sejak kakek-nenek mereka.

Leadership yang lemah

Untuk mengadakan perubahan yang fundamental, tidak hanya diperlukan orang yang mumpuni, baik dari segi pengetahuan maupun integritasnya, tetapi juga diperlukan orang-orang yang berani untuk melakukan perubahan itu sendiri. Pada suatu saatnya nanti, semua keputusan akan berhadapan pada dua pilihan ”Cari Selamat” atau ”Turuti hati Nurani”. Pengumuman susunan Kabinet Indonesia Bersatu langsung disambut dengan naiknya nilai tukar Dollar terhadap Rupiah. Sentimen pasar melihat bahwa Kabinet baru ini berada dalam kategori kelas kacangan. Bukan merupakan produk berbobot yang mampu mengangkat pamor dan mempunyai nilai jual untuk sebuah perubahan. Beberapa nama yang dicantumkan dalam susunan kabinet yang berkaitan dengan industri MIGAS tidak berhasil meningkatkan optimistis dari para profesional yang bergelut di bidang ini. Apakah memang sulit mencari orang Indonesia yang mempunyai kemampuan manajerial sekaligus leadership yang mumpuni di bidang MIGAS di Indonesia? Ada semacam aturan tak tertulis bahwa jabatan dilingkungan MIGAS (BPMIGAS, Direktoriat MIGAS, Men. Energi dan SDM) sudah merupakan scenario dari awal yang akan berganti antara satu orang dengan orang yang lain tetapi masih dalam satu loop. Orangnya itu-itu juga. Artinya, adalah harapan yang sangat berlebihan untuk melihat adanya perubahan (paling tidak dalam kurun waktu 5 tahun kedepan) jika orang-orang yang sama masih duduk dalam jabatan yang paling menentukan untuk kebijakan di bidang MIGAS. Hopeless.

Sejarah lima tahun yang lalu membuktikan sepak terjang dan hasil yang telah disumbangkan oleh para senior kita ini. Adakah perubahan? Jawabannya ada. Baik atau burukkah akibat perubahan itu? Nah… ini yang harus dikaji ulang dan perlu evaluasi bersama. Ada banyak berita miring akibat perubahan yang dilakukan berupa aturan-aturan main yang berkaitan dengan investasi di bidang MIGAS. Salah satu yang dirasakan adalah peraturan yang ada sekarang ini justeru memperlambat proses investasi MIGAS yang ada di Indonesia. Cara sederhana untuk melihat benar atau tidaknya berita miring itu, mari kita lihat hasil produksi yang ada. Produksi minyak kita terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Beberapa sebab kemungkinannya adalah karena memang sumber daya alamnya yang sudah mulai menipis, kemudian ditambah akselerasinya karena sebuah aturan yang mbulet dan muter-muter akhirnya bikin pusing para pelaku investasi. Artinya tidak menutup celah bahwa berita miring itu benar adanya. Ada kecenderungan bahwa aturan diciptakan dari pengamatan satu sisi dan menciptakan suasana seperti ungkapan berikut ”Ini aturan kita, kalau anda tidak mau invest silahkan invest diluar Indonesia”. Inikah bentuk dari Nasionalisme yang sedang dibidik oleh para Senior kita? Semua aspek yang berkaitan dengan MIGAS harus dikuasai oleh orang-orang Indonesia sendiri? Jika memang itu sasarannya, kenapa tidak bermain yang wajar dan profesional saja? Permainan selama ini terlihat kasar dan tidak elegan.

Melihat kenyataan yang ada bahwa sumber daya alam MIGAS yang sudah mulai habis, dibarengi dengan para pemegang otoritas yang, maaf, tidak kompeten, tidak mempunyai visi ke depan yang jelas, maka sudah hampir dipastikan bahwa masa depan dunia MIGAS di Indonesia untuk lima tahun kedepan adalah SURAM. Diperlukan perubahan yang menyeluruh untuk mengantisipasi sebuah sistem yang sudah karatan di bidang MIGAS ini. Karena sistemnya sudah karatan, makanya diperlukan orang-orang yang berpengetahuan, bernurani dan berani demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. (Prahoro Nurtjahyo, 28 Oktober 2004)

No comments: