Saya tidak menemukan istilah yang pas dalam kamus bahasa Indonesia untuk maksud yang ingin saya sampaikan. Sehingga lahirlah kosa kata baru (versi saya tentunya) dan akhirnya istilah ini muncul, Mesin Jemputan. Saya mengartikan Mesin Jemputan sebagai media yang sewaktu-waktu datang kepada kita untuk mengantarkan kita menghadap sang Khalik. Mesin jemputan ini bisa menjemput orang per orang, satu keluarga, satu desa, bahkan satu kabupaten/kotamadya sekalipun. Bisa setiap detik, setiap hari, setiap minggu, pendek kata setiap saat dan dimanapun tanpa meminta persetujuan kita terlebih dulu. Kalau kita mengenal cara kerja angka Random, mungkin dengan teori ini pula cara bekerja dari mesin jemputan ini.
Saya tidak cakap untuk mengingat-ingat setiap kejadian. Karenanya ingatan saya sangat tergantung pada catatan kecil di saku dimana kejadiannya sempat bersinggungan dengan saya, baik itu secara fisik atau bersentuhan dengan hati.
Sebulan sejak Tsunami Desember 2004, kita dibombardir dengan berita-berita melalui media masa, baik itu melalui seminar, fund raising, radio, TV maupun internet, tentang bencana yang datang menghampiri saudara-saudara kita di Aceh yang menelan korban jiwa hampir 200 ribu orang. Tiga bulan setelah Tsunami, Maret 2005, masih ditempat yang sama, terjadi gempa bumi yang menghantam pulau Nias. Masih belum cukup dengan gempa di pulau Nias, datang lagi gempa susulan yang menghampiri Sumatra Barat hingga pertengahan tahun 2005.
Akhir bulan Agustus 2005, Hurricane Katrina menghantam Lousiana, Mississippi dan Alabama. Dilihat dari namanya, artinya sudah ada 10 Hurricane yang telah datang ke Amerika Utara sebelum Katrina. Kalau Tsunami Desember 2004 datang tanpa ada “woro-woro”, maka Hurricane Katrina ini datang dengan “permisi” terlebih dulu. Bahkan 2-3 hari sebelum si mbak Katrina datang, pesannya sudah tertangkap oleh Badan Meteorologi US. Perkara yang terkena hantam kok Lousiana, mengapa bukan Texas atau State yang lain? itu diluar kuasa manusia. Itulah Sunatullah dimana alam hanya tunduk terhadap yang menciptakanNya. Meskipun dari sisi korban jiwa, Hurricane Katrina jauh lebih sedikit dibandingkan Tsunami Aceh, namun bentuk fisik yang dirusak oleh kedua “Natural Disaster” itu sama-sama parahnya. Saya berani jamin tidak ada orang yang lebih senang memilih terkena bencana Hurricane daripada Tsunami atau sebaliknya. Kedua-duanya membawa maut sebagai taruhannya.
Hanya berselang kurang dari 1 bulan, akhir September 2005, Hurricane Rita ikut-ikutan “bertamu” di perbatasan negara bagian Texas dan Lousiana. Rita datang dengan kulo nuwun terlebih dahulu sekaligus mengirim message bahwa dia akan datang dengan fully loaded (Category 5). Entah karena trauma akan dampak yang telah disebabkan oleh Katrina atau memang karena kesadaran warga, hampir 2.5 juta warga Houston mengungsi ke kota lain menjauhi daerah pantai.
Saya tidak cakap untuk mengingat-ingat setiap kejadian. Karenanya ingatan saya sangat tergantung pada catatan kecil di saku dimana kejadiannya sempat bersinggungan dengan saya, baik itu secara fisik atau bersentuhan dengan hati.
Sebulan sejak Tsunami Desember 2004, kita dibombardir dengan berita-berita melalui media masa, baik itu melalui seminar, fund raising, radio, TV maupun internet, tentang bencana yang datang menghampiri saudara-saudara kita di Aceh yang menelan korban jiwa hampir 200 ribu orang. Tiga bulan setelah Tsunami, Maret 2005, masih ditempat yang sama, terjadi gempa bumi yang menghantam pulau Nias. Masih belum cukup dengan gempa di pulau Nias, datang lagi gempa susulan yang menghampiri Sumatra Barat hingga pertengahan tahun 2005.
Akhir bulan Agustus 2005, Hurricane Katrina menghantam Lousiana, Mississippi dan Alabama. Dilihat dari namanya, artinya sudah ada 10 Hurricane yang telah datang ke Amerika Utara sebelum Katrina. Kalau Tsunami Desember 2004 datang tanpa ada “woro-woro”, maka Hurricane Katrina ini datang dengan “permisi” terlebih dulu. Bahkan 2-3 hari sebelum si mbak Katrina datang, pesannya sudah tertangkap oleh Badan Meteorologi US. Perkara yang terkena hantam kok Lousiana, mengapa bukan Texas atau State yang lain? itu diluar kuasa manusia. Itulah Sunatullah dimana alam hanya tunduk terhadap yang menciptakanNya. Meskipun dari sisi korban jiwa, Hurricane Katrina jauh lebih sedikit dibandingkan Tsunami Aceh, namun bentuk fisik yang dirusak oleh kedua “Natural Disaster” itu sama-sama parahnya. Saya berani jamin tidak ada orang yang lebih senang memilih terkena bencana Hurricane daripada Tsunami atau sebaliknya. Kedua-duanya membawa maut sebagai taruhannya.
Hanya berselang kurang dari 1 bulan, akhir September 2005, Hurricane Rita ikut-ikutan “bertamu” di perbatasan negara bagian Texas dan Lousiana. Rita datang dengan kulo nuwun terlebih dahulu sekaligus mengirim message bahwa dia akan datang dengan fully loaded (Category 5). Entah karena trauma akan dampak yang telah disebabkan oleh Katrina atau memang karena kesadaran warga, hampir 2.5 juta warga Houston mengungsi ke kota lain menjauhi daerah pantai.
Sudah selesaikah? Ternyata belum. Huricane baru menghantam ke negara Meksiko. Dibelahan bumi sebelah sana di Asia Tengah muncul lagi berita yang lain. Awal Oktober 2005, gempa bumi hebat menggetarkan Pakistan, Afganistan dan India. Di Pakistan saja tercatat sekitar 40000 korban meninggal dunia dan sekitar 50000 korban luka-luka.
Bagaimana dengan tahun 2006? Lebih santaikah? Ooo ternyata tidak. Gunung Merapi glegeken berkali-kali dengan wedhus gimbal-nya. Di Yogjakarta untuk kawasan Bantul dan sekitarnya terjadi tanah longsor akibat gempa. Terakhir kita melihat dan mendengar, Tsunami datang lagi bersilaturahmi ke Indonesia dan menyapu bagian barat dari arah selatan pulau Jawa.
What’s next? Hanya Allah Yang Maha Tahu.
“Apakah semua ini memang hanya sekedar teori pergeseran tanah?
Apakah semua ini berkaitan dengan teori kesetimbangan energi?Global Warming?
Apakah semua ini disebabkan karena bumi ini sudah tua sehingga sakit-sakitan?atau
Jangan-jangan semua ini adalah sebuah pesan yang datang secara beruntun karena setiap kali pesan yang datang, kita tidak pintar untuk meresponnya”
Kalau semua ini ternyata adalah awal dari rentetan pesan yang isi sebenarnya adalah “Hai Manusia bersiaplah, akan datang lebih besar dan akan lebih sering lagi”, maka sudah seharusnya bagi kita untuk menata ulang kembali niat kita tentang hidup dan apa saja yang pernah kita lakukan untuk hidup ini. Kalau hari ini kita masih dapat berkumpul dengan keluarga, maka itu semua adalah pertanda bahwa kita telah diberi dispensasi waktu untuk segera berkemas, menata dan mempersiapkannya sebelum mesin jemputan itu datang melalui aneka macam bentuknya. Pertanyaan dasarnya adalah “Sudah cukupkah bekal yang kita punya sebelum mesin jemputan mengantarkan kita untuk menghadapNya?” (Prahoro Nurtjahyo, Senin pagi 2 Oktober 2006)
Bagaimana dengan tahun 2006? Lebih santaikah? Ooo ternyata tidak. Gunung Merapi glegeken berkali-kali dengan wedhus gimbal-nya. Di Yogjakarta untuk kawasan Bantul dan sekitarnya terjadi tanah longsor akibat gempa. Terakhir kita melihat dan mendengar, Tsunami datang lagi bersilaturahmi ke Indonesia dan menyapu bagian barat dari arah selatan pulau Jawa.
What’s next? Hanya Allah Yang Maha Tahu.
“Apakah semua ini memang hanya sekedar teori pergeseran tanah?
Apakah semua ini berkaitan dengan teori kesetimbangan energi?Global Warming?
Apakah semua ini disebabkan karena bumi ini sudah tua sehingga sakit-sakitan?atau
Jangan-jangan semua ini adalah sebuah pesan yang datang secara beruntun karena setiap kali pesan yang datang, kita tidak pintar untuk meresponnya”
Kalau semua ini ternyata adalah awal dari rentetan pesan yang isi sebenarnya adalah “Hai Manusia bersiaplah, akan datang lebih besar dan akan lebih sering lagi”, maka sudah seharusnya bagi kita untuk menata ulang kembali niat kita tentang hidup dan apa saja yang pernah kita lakukan untuk hidup ini. Kalau hari ini kita masih dapat berkumpul dengan keluarga, maka itu semua adalah pertanda bahwa kita telah diberi dispensasi waktu untuk segera berkemas, menata dan mempersiapkannya sebelum mesin jemputan itu datang melalui aneka macam bentuknya. Pertanyaan dasarnya adalah “Sudah cukupkah bekal yang kita punya sebelum mesin jemputan mengantarkan kita untuk menghadapNya?” (Prahoro Nurtjahyo, Senin pagi 2 Oktober 2006)
No comments:
Post a Comment