Monday, November 08, 2010

Cobaan: Kita atau Mereka?

Sama seperti halnya sampeyan semua, saya juga mempercayai bahwa doa adalah senjata yang paling ampuh untuk semua keadaan, terutama ketika kita dalam kondisi kesusahan. Manusiawi khan? Iya apa iya?

Dari sekian macam hakekat sebuah doa, saya lebih meyakini bahwa doa adalah bentuk komunikasi dua arah antara kita manusia dengan sang Khalik. Artinya, saya tidak hanya melihat sholat, wirid atau doa sebagai media satu arah saja dari kita manusia ke sang Pencipta. Jauh lebih dalam dari sekedar pengertian itu. Melalui komunikasi dua arah inilah, kita berkesempatan untuk “mendengar” suara Alloh melalui firman-Nya dan tanda-tanda dari-Nya di sekitar kita. Wallohulam.

Saya tidak allergy dengan yang namanya doa atau wirid.  Tetapi melakukan doa yang super panjang, wirid yang berlembar-lembar, sholat yang lama bacaan suratnya, kalau dalam kehidupan nyata kita tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya ya sami mawon alias tidak ada artinya.  Useless.

Bukankah akan lebih elok rasanya, selain dengan berdoa untuk saudara kita yang kesusahan, kita juga melakukannya dalam bentuk fisik? Karena, rasa lapar dan dingin mereka tidak serta merta hilang hanya dengan bacaan wirid yang panjang.  Iya to?

Kalau sampeyan dan saya berpikiran bahwa Houston adalah daerah yang aman dari bencana alam, maka segeralah menata diri dan siap-siap untuk pindah rumah. I am serious.  You are not in the district you want to be.  Selama saya tinggal di kampung ini, selama itu pula saya deg-degan setiap tahunnya, terutama pada Hurricane Season (April through November).

Kalau sampeyan dan saya tidak pernah berdoa untuk meringankan beban saudara lain yang terkena bencana, maka janganlah terlalu berharap ketika bencana itu menimpa kita, akan ada saudara lain yang akan berdoa untuk kita. Sementara kita mahfum, doa yang mustajab adalah dari mereka yang teraniaya. Betul nggak?

Kalau sampeyan dan saya tidak tergerak untuk membantu saudara yang terkena musibah, maka janganlah merengek untuk memperoleh jatah santunan kalau bencana itu benar-benar datang menghantam kita dari segala arah.  Tidak ada kuasa lain yang membuat kita menjadi kebal dari bencana alam kalau Alloh sudah menghendakinya.

Kalau sampeyan dan saya percaya bahwa semua kejadian ini akan berjalan mengikuti Qadla dan Qodar-Nya, maka bersiap-siaplah untuk mengantisipasi yang terjelek yang nanti akan datang, dan melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan hari ini, detik ini juga. Mengapa? Karena kesempatan itu hanya datang sekali. Siapa yang menjamin bahwa kita masih diberi waktu untuk hidup besok pagi, minggu depan, atau bulan depan?

Dalam konteks komunikasi dua arah, maka sempatkanlah ketika berdialog dengan Alloh nanti malam untuk bertanya kepada-Nya, “What’s up ya Alloh? Engkau janjikan rumah di surga-Mu bagi siapa yang membangun rumah-Mu di bumi ini, aku-kah umat-Mu itu?”

Jangan berhenti hanya samapi disitu, lanjutkanlah dengan,

”Bismillahiroohmanirrohiim, nawaitu Lillahi Ta’ala,

Ya Alloh… Engkau janjikan 10 kali lipat hartaku bertambah jika aku berikan hanya satu saja.

Ya Alloh... Engkau mudahkan jalan hidupku jika aku mampu bersyukur atas semua itu.

Maka aku niatkan Lillahi ta’ala dengan semua yang dulu pernah aku keluarkan, yang saat ini aku keluarkan, maupun yang nanti akan aku keluarkan hanya untuk mengharap ridlo-Mu yang kelak melapangkan jalan bagiku, keluargaku dan anak-anakku menuju khasanah di dunia maupun di akherat.”

Apa yang kita miliki sebenar-benarnya adalah apa yang sudah pernah kita belanjakan.  Uang yang ada di dompet kita atau deposit yang ada di Bank hari ini, bukan jaminan akan bersama kita minggu depan atau bahkan besok pagi. Untuk menjadikan pasti bahwa uang didompet ini adalah milik kita, mari kita minta ridlo Alloh dengan membelanjakannya sesuai yang diperintahkanNya.

Bottom line, kalau kita sendiri masih belum yakin dimana kita akan memposisikan diri dalam bertindak dalam hidup ini, maka sebenarnya yang sedang mengalami cobaan ”bencana alam” itu kita yang saat ini berada di Houston, bukan mereka yang di lereng gunung Merapi, di Mentawai atau di Irian Jaya.  Wallohuallam (Prahoro Nurtjahyo, 8 November 2010).

5 comments:

Anonymous said...

Tulisan yang bagus Ro... gimana kabar? apakah baik2 saja.

Salam-ajub

Anonymous said...

Assalamualaikum wr wb,

Semoga MasPrahoro dan keluarga selalu dalam lindungan Allah swt. Kami sekeluarga alhamdulillah sehat semua.
Alhamdulillah MasPrahoro dan Rekan2 di Houston walaupun jauh dari kampung, tetapi hatinya masih selalu dekat dengan saudara2 kita di kampung.

Saya di qatar kebetulan ada rekan kontrak yang jadwalnya on-off, rumahnya di Magelang, istrinya buka dapur umum utk pengungsi dari Merapi jadi alhamdulillah saya nitip sama beliau, bisa dipergunakan langsung.

Bulan Febr yad saya akan mencapai 60 thn, by policy retirement agenya sudah sampai, besar kemungkinan saya akan pulang kampung.

Salam untuk keluarga dan saudara2 di Houston.

Widodo

Anonymous said...

Thanks for the reminder bro...

Regards,
Mohamad Aulia

Anonymous said...

Pak Prahoro,

Terima kasih atas sharing yang sangat indah ini. Kalau tidak keberatan akan saya sharing ke teman2 komunitas kristiani Indonesia Houston lainnya.
Saya pribadi (bukan sebagai kapasitas Ketua Panitia PBI) sangat bahagia dan bersyukur sekaligus bangga menjadi bagian dari komunitas Indonesia Houston yang begitu sensitif dan peduli dengan apa yang terjadi di tanah air (dan juga kejadian2 penderitaan sesama lainnya yg sudah kita buktikan pd saat2 lalu, i.e. Katrina, Pakistan, Padang, dll.). Saya sangat bangga menyadari demikian banyak Indonesian Community true leaders di Houston ini yang selalu mengadvocate rasa kepedulian bagi sesama, persatuan dan kebersamaan sebagai anak bangsa. Saya sangat berrsyukur bahwa ditengah2 kemajemukan kita, banyak hal yang mempersatukan kita. Saya yakin bahwa semua ini hanyalah karena kebesaran Tuhan.

Salam,
Paul Wahyudin

Prahoro Nurtjahyo said...

Pak Paul,
Terima kasih atas emailnya. Silahkan di share kalau memang ada nilai positifnya.
Mudah-mudahan kita dapat berkarya yang lebih lagi di masa yang akan datang. Amin.