Akhir bulan ini, setahun yang lalu, 24 September 2005, Hurricane Rita sempat akan sowan ke Houston dan kebetulan saja, dia membatalkan niat kedatangannya. Batal datang? Iya. Karenanya ada kemungkinan dia akan datang lagi meski dengan nama yang lain. Kapan? Hanya Yang Maha Kuasa yang mengetahui sesudah dan sebelum kejadian.
Kalau dibandingkan Tsunami di Aceh akhir tahun 2004 yang lalu, maka Hurricane Rita ini memang lebih sopan. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Hurricane Rita tidak mematikan. Mengapa lebih sopan? Paling tidak, dia datang dengan mengucapkan salam. Meski salam pertamanya ditujukan kepada masyarakat di Matagorda, Corpus Christi dan sekitarnya, sedangkan warga Houston, sekitar 300 miles sebelah timur laut Matagorda juga terimbas salam dari Rita ini. Salam yang sangat luar biasa dampaknya.
Ucapan salam dari Rita, kami sambut dengan berlarian ke luar kota selama 3 hari. Artinya selama 3 hari pula, kami mengamati Rita dari tempat pengungsian. Disadari atau tidak, cemas dan takut adalah bagian dari mereka yang kebetulan tidak sempat mengungsi, entah karena kondisi fisik atau karena jalanan yang macet ketika itu.
Banyak dari kita yang menjadi alim dan khusyuk dalam berdoa. Saya yang biasanya selesai sholat kemudian langsung berdiri dan mak plencing lari, tetapi mendadak kerasan untuk wiritan berjam-jam. Setelah melihat kiri kanan….E..ternyata saya tidak sendirian. Banyak juga ternyata barisan pengemar baru wiritan panjang ini. Dari sekian banyak macam doa dan harapan, yang paling sering saya dengar adalah doa seperti ini, “Mudah-mudahan tidak menghantam Houston”. Tentunya dalam suasana yang “berkabung” saya tidak akan mempermasalahkan segala tetek bengek macam doa. Hanya saja, hati kecil saya yang sering berontak. Lha secara logika, kalau nggak menghantam ke Houston pasti menhantam tempat lain. Iya to? Bahwa Rita datang dari laut menuju ke daratan adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Ini bukan sebuah pilihan dimana Rita bisa jadi datang atau bisa jadi tidak datang. Lha ini khan aneh rasanya. Apakah kita berdoa hanya untuk keselamatan Houston saja? Kita ini memang sering sekali lupa dan berpikir untuk diri sendiri tanpa kita menyadarinya bahwa keberadaan kita saat ini adalah juga karena “bantuan” dari saudara-saudara di sekitar kita. Dan pasca kejadian, anak saya yang paling besar berkomentar dengan bangganya, “Wah untung ya.. Ayah, Rita tidak menghantam Houston”. Waduh…. Ternyata transfer nilainya belum sampai ke sana rupanya.
Kalau dibandingkan Tsunami di Aceh akhir tahun 2004 yang lalu, maka Hurricane Rita ini memang lebih sopan. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Hurricane Rita tidak mematikan. Mengapa lebih sopan? Paling tidak, dia datang dengan mengucapkan salam. Meski salam pertamanya ditujukan kepada masyarakat di Matagorda, Corpus Christi dan sekitarnya, sedangkan warga Houston, sekitar 300 miles sebelah timur laut Matagorda juga terimbas salam dari Rita ini. Salam yang sangat luar biasa dampaknya.
Ucapan salam dari Rita, kami sambut dengan berlarian ke luar kota selama 3 hari. Artinya selama 3 hari pula, kami mengamati Rita dari tempat pengungsian. Disadari atau tidak, cemas dan takut adalah bagian dari mereka yang kebetulan tidak sempat mengungsi, entah karena kondisi fisik atau karena jalanan yang macet ketika itu.
Banyak dari kita yang menjadi alim dan khusyuk dalam berdoa. Saya yang biasanya selesai sholat kemudian langsung berdiri dan mak plencing lari, tetapi mendadak kerasan untuk wiritan berjam-jam. Setelah melihat kiri kanan….E..ternyata saya tidak sendirian. Banyak juga ternyata barisan pengemar baru wiritan panjang ini. Dari sekian banyak macam doa dan harapan, yang paling sering saya dengar adalah doa seperti ini, “Mudah-mudahan tidak menghantam Houston”. Tentunya dalam suasana yang “berkabung” saya tidak akan mempermasalahkan segala tetek bengek macam doa. Hanya saja, hati kecil saya yang sering berontak. Lha secara logika, kalau nggak menghantam ke Houston pasti menhantam tempat lain. Iya to? Bahwa Rita datang dari laut menuju ke daratan adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Ini bukan sebuah pilihan dimana Rita bisa jadi datang atau bisa jadi tidak datang. Lha ini khan aneh rasanya. Apakah kita berdoa hanya untuk keselamatan Houston saja? Kita ini memang sering sekali lupa dan berpikir untuk diri sendiri tanpa kita menyadarinya bahwa keberadaan kita saat ini adalah juga karena “bantuan” dari saudara-saudara di sekitar kita. Dan pasca kejadian, anak saya yang paling besar berkomentar dengan bangganya, “Wah untung ya.. Ayah, Rita tidak menghantam Houston”. Waduh…. Ternyata transfer nilainya belum sampai ke sana rupanya.
Ketika salam datang dan tidak ada yang membuka pintunya, tidak mungkin Rita kembali karena ternyata Matagorda tutup tidak berpenghuni, misalnya. Kalau kita akan datang ke rumah seseorang, dan kita mengetahui 3 hari sebelum kita datang, ternyata tuan rumahnya sudah kabur, sudah barang tentu kita akan membatalkan rencana kedatangan kita. Tetapi, tidak demikian halnya dengan RITA. Coba bayangkan, si Rita ini yang datang jauh-jauh dari Samudra Atlantic dan sampai ke Galveston, semua tuan rumah sudah tidak ada, apakah RITA akan kembali? Rita dengan lantang akan bilang, “Saya akan datang dari laut, apapun kondisi yang ada di daratan. Tidak peduli apakah tuan rumahnya ada atau sudah mengungsi, Yang jelas saya datang dituntun oleh alam dengan dipandu oleh angin, panas, dan gaya centrifugal bumi”.
Maka kalau kita selamat hari ini, belum tentu kita akan selamat besok. Untuk itu yang bisa kita lakukan sekarang adalah saling mengingatkan bahwa semua yang ada pada kita saat ini adalah titipan yang kelak akan diminta kembali olehNya. (Prahoro Nurtjahyo, Sabtu sore, 30 September 2006)
No comments:
Post a Comment