Wednesday, June 08, 2005

Arti sebuah kehilangan

Dua hari yang lalu, saya memperoleh khabar bahwa ayah dari salah satu sahabat dekat saya meninggal dunia karena sakit. Sepertinya Tuhan mempunyai rencana lain terhadap upaya yang sudah dilakukan oleh hambanya agar supaya sang ayah kembali sehat. Suratan takdirpun sudah dituliskan bahwa almarhum harus menghadapNya pada hari, tanggal, jam, menit, sampai detik tertentu. Semuanya adalah kuasa dari Tuhan. Inna Lillahi waina Illaihi rojiuun.

Saya menempatkan diri saya pada kategori orang yang cengeng untuk urusan kehilangan. Baik itu kehilangan karena berpisah dengan orang tua, berpisah dengan sahabat dekat apalagi sampai kehilangan karena ditinggal untuk menghadap sang Khalik. Saya bisa merenung dan menangis berjam-jam, bahkan karena terbawa emosi, bisa juga kesedihan itu saya bawa dalam tidur sehingga gelisah dan seterusnya.

Tidak demikian halnya yang saya lihat pada sahabat saya ini. Dari penampilannya, sahabat saya ini masih tetap tegar, terlihat tabah, bahkan masih sempat bercanda dengan cerita-cerita lucunya. Tetap, sebagai manusia, kehilangan itu bagian dari kehidupan kita. Seberapapun sahabat saya berusaha untuk menyembunyikan rasa sedihnya, deep down in his heart, saya masih melihat bahwa dia merasa kehilangan juga. Keberadaan ayah yang telah turut mengukir jiwa raganya dan menemaninya (meskipun hanya melalui telpon) akhirnya harus berpisah.

Ternyata kepasrahan yang tulus lebih mampu mengontrol kesedihan itu sendiri. Mungkin bagi sahabat saya ini, akan terasa lebih sedih jika menyaksikan Evans Library tutup, atau jaringan internet putus selama sehari. Untuk kehilangan orang tua, sahabat saya dapat pasrah bahwa itu adalah kekuasaan Tuhan yang manusia tidak ada kuasa menolaknya. Melihat internet mati, listrik mati, Library tutup adalah bagian dari ulah manusia yang kalau berhati-hati tentunya tidak perlu sampai listrik mati, internet mati apalagi sampai Evans library tutup. Untuk urusan yang satu ini, saya harus banyak belajar dari sahabat saya ini.

At the end, tidak ada yang langgeng. Hilang sudah pasti ada dan hanya menunggu waktu. Ketika pangkat, jabatan, kedudukan sudah meninggalkan kita, yang tetap tegak disisi kita adalah keluarga (anak dan istri) dan sahabat dekat. Mari kita maintain silaturahmi di antara kita, semoga kelak dapat bermanfaat bagi rekan-rekan lainnya. (Prahoro Nurtjahyo, 8 Juni 2005)

No comments: