Tuesday, March 25, 2008

Akhir Dari Hajatan Keluarga

Saya mengenal banyak ragam topi yang beraneka macam bentuknya. Dari beberapa perbedaan topi yang saya kenal itu, paling tidak ada dua hal yang menarik untuk diamati. Pertama, dari segi manfaat. Apapun sebutan atau istilahnya, ternyata hampir semua topi berfungsi sama, yaitu sebagai alat penutup rambut (dalam konteks pemahaman merapikan bentuk rambut). Kedua, dari segi simbolik. Apapun modelnya, ternyata setiap topi dapat me-representative-kan jenis pekerjaan seseorang. Lho kok bisa? Seorang Tentara, Polisi, Pilot, Perawat, Rabbi, atau Pelaut dapat dikenali dengan mudah dari “bentuk topi” yang dikenakannya. Iya to?

Lha bagaimana dengan kopyah (atau peci)? Dari segi manfaat sama dengan jenis topi-topi yang lain. Tetapi dari segi simbolik, Kopyah memang agak berbeda dengan piranti penutup kepala yang lain. Penerimaan secara universal dari semua golongan masyarakat terhadap benda yang satu ini tergolong unik dan sangat luar biasa. Spectrum jangkauan para profesional yang memakai kopyah tidak hanya didominasi oleh jenis pekerjaan tertentu. Mulai dari penjual sate, penjual jasa tambal ban, pengayuh becak, pak RT, pak Lurah, pak Camat sampai ke Presiden, semuanya sudah terbiasa dengan kopyah hitam yang selalu menempel di kepalanya. Itulah hebatnya benda yang bernama Kopyah yang dapat membaur dengan siapa saja.

Bagaimana dengan Sarung? Tidak mau kalah dengan Kopyah, maka benda yang bernama Sarung-pun mempunyai ke-unik-an tersendiri.

Kalau ada sebuah acara hajatan dan yang dihajati memakai sarung, maka bukanlah hal yang aneh kalau acara itu ditafsirkan sebagai acara sunatan. Apalagi kalau yang memakai sarung tadi, cara berjalannya tertatih-tatih karena takut “tersenggol”. Iya to? Ya wajar saja… lha wong sunatan itu memang teman akrabnya adalah sarung. Dan kalau yang memakai sarung berjumlah lebih dari satu orang (pada satu hajatan yang sama) maka justifikasi bahwa event itu adalah acara sunatan massal adalah hal yang tidak terlalu jauh dari perkiraan orang. Iya apa iya?

Karena Sarung dan Kopyah inilah, saya sempat mengerutkan kening beberapa saat ketika panitia kegiatan (event organizer) menetapkan jenis pakaian yang dipakai pada salah satu acara hajatan keluarga pada hari Minggu kemarin. Wis pokoke manut wae (baca: Sudahlah pokoknya ikuti saja). Titik.

Saya berkerut karena memang ada pengalaman menarik yang menyatukan antara Sarung dan Kopyah sekitar 12 tahun yang lalu. Pada waktu itu, salah satu putri dari Bude (Red – Singkatan dari IBu GeDe. Panggilan di masyarakat Jawa untuk kakak perempuan dari Bapak atau Ibu kita) akan melangsungkan pernikahan. Untuk memenuhi salah satu rukun bersuci, maka si mempelai laki-laki harus disunat terlebih dahulu karena latar belakang keluarga yang berbeda. Karena memilih hari baik adalah penting (terutama bagi masyarakat Jawa), maka para sesepuh berkumpul untuk menentukan hari baik. Sialnya, hari baik yang terpilih untuk di-khitan adalah tepat satu minggu menjelang pernikahan berlangsung (dihitung berdasarkan hari lahir dan weton dari si mempelai laki-laki). Weleh Edan tenan. Dalam hati saya berpikir, ”Lha ini hari baik untuk siapa? Kok ya tega-teganya para sesepuh ini.” Padahal waktu yang tersedia masih lebih dari cukup kalau dilakukan khitan sesegera mungkin. Yang jelas hari itu adalah hari terjelek yang pernah saya temui untuk pasangan pengantin baru. Iya to? Apanya yang baik kalau waktu yang sebenarnya untuk ”hohohihi” diganti dengan kipas-kipas kesakitan dari “adik” di dalam sarung karena perih dan cenut-cenut. :-)

Dapat anda bayangkan, ketika acara Walimahan (baca: resepsi pernikahan) berlangsung, saudara ipar saya ini berdandan rapi dengan memakai Jas, Sarung dan Kopyah. Lima menit acara berlangsung masih OK. Tapi lha wong namanya “barang baru” masih gres sekuat apapun menahannya akhirnya ambrol juga pertahanan-nya. Beberapa kali si pengantin laki-laki tertatih-tatih bolak-balik masuk kamar karena sudah tidak tahan lagi “menahan”. Suara mengaduh dari kamar pengantin baru sampai terdengar oleh kami dari luar, “Aduh… perih… panas… tolong ditiup-ditiup, di-nyala-in kipas angin-nya” …Oalah… kok ya apes sekali nasib sampeyan Mas (kata saya dalam hati tentunya :-)).

Maka ketika Sarung dan Kopyah ini kembali dipadukan pada dimensi ruang dan waktu yang sama pada hari Minggu yang lalu, bayangan memori saya langsung teringat kepada saudara ipar saya yang menikahi putri dari Bude, dimana dia harus ”merelakan” dipotong dulu “alat kesayangan”nya itu. He..he...he... itulah sengsara membawa nikmat (kata dia sekarang).

Acara hajatan hari Minggu kemarin sudah berakhir dengan baik. Paling tidak, berlangsungnya acara itu terlalu baik untuk ukuran saya. Sebuah acara yang benar-benar diluar perkiraan saya sebelumnya. Maklum saja, dua minggu yang lalu saya masih bingung membayangkan akan seperti apa jalannya acara nanti. Lha wong ini-pun baru pertama kali kami mencobanya (maklum saja karena tidak ada referensi dari generasi pendahulu).

Dengan waktu persiapan yang hanya dua minggu, sebaris ungkapan terima kasih saja sekiranya masih belum sebanding dengan usaha yang sudah dikeluarkan oleh panitia penggelar hajatan (apalagi panitianya ini tidak mau dibayar :-)) sehingga acara ini dapat berlangsung dengan apik. Maka ijinkanlah dengan media terbuka ini, saya mengucapkan terima kasih lepada mas dan mbak panitia (MC, juru rias, juru kamera, penata dekor, dll) karena acara ini telah mengembalikan memori saya yang sempat terselip tentang Sarung dan Kopyah.

I would like to dedicate this short story as a sign of my appreciation to my beloved friends who I can rely on in good time and bad time. Thank you very much for your support. (Prahoro Nurtjahyo, Selasa, 25 Maret 2008)

4 comments:

Anonymous said...

Mas, ono acara opo minggu kemarin? di Texas kah? aku nggak krungu opo2.

toriq

Prahoro Nurtjahyo said...

Khataman Quran

Anonymous said...

OK. Mabruk2. lek mbalik nang indonesia kabar2i yo. kabar keluarga Al-hamdulillah apik2....

toriq

Anonymous said...

weleh weleh....ora ono undangan teko kok entuk "terima kasih"....? ketinggalan kabar aku rek....mbok ya o aku tetep dimasukin ke dalam "milis" meskipun ra tau mbales...sibuk je...hehehe...

btw, VV dah bs jealous sama QQ, dia maunya ngerebut apa yg dipegang QQ. QQnya cm bs nangis...huhuhu... miss U all