Friday, June 27, 2014

Ramadhan vs Pesta Demokrasi

Dua kali saya diberi kesempatan untuk dapat memulai hari pertama Ramadhan di tanah air. Tepatnya di Jakarta. Yang nota bene justeru bukan tanah kelahiran saya. Tapi memang begitulah, semakin mantap keyakinan saya bahwa setiap gerak manusia sudah ada yang mengaturnya. Bahkan, seberapapun njlimet rencana yang disusun, plus segudang mitigasi plan yang dipersiapkan, Allah Yang Maha Berkehendak atas semua tetek bengek rencana manusia tadi. Subhanalloh.

Tahun ini, saya sudah noto mening-mening (baca: carefully plan) dengan istri dan anak-anak bahwa bulan puasa tahun ini, kami akan fokuskan di Masjid kampung dekat rumah. Sudah terbayang, sholat Tarawih yang panjang dan berakhir pukul 12 malam, suasana 10 malam hari terakhir iktikaf "camping" di Masjid, iftar keroyokan, dan lain-lain.

Walhasil, hari ini saya mendarat di Bandara Internasional Cengkareng Sukarno Hatta. Perubahan rencana yang benar-benar diluar dugaan saya.

Bisa jadi saya yang salah, tetapi beberapa event kejadian kecil kehadiran hari pertama di Jakarta, cukup meyakinkan saya bahwa kota ini tidak siap untuk menyongsong bulan suci ini. Tentu, perbandingan saya adalah dengan kampung kecil dimana saya tinggal sekarang, Katy. Lha iya to? Ada lomba Azan, Speech, Sodaqoh, learning Fiqh, Seerah Nabawiyah, dll.



Kalaulah ada perbedaan kapan mulainya hari pertama puasa atau lebaran, itu mah, sudah barang kuno di tanah air ini. Sudah jamak, bahkan akan terasa aneh kalau puasa dan lebaran dilakukan serentak seantero negeri. Dari awal, saya sudah expect bahwa akan ada perbedaan awal puasa, bahkan untuk lebaran nanti. Itu bukan hal yang aneh lagi bagi saya. It is so predictable. (Meskipun, sepertinya dulu ketika masih kecil akhir 70-80an,  tidak pernah ada phenomena seperti ini). Saya tidak tahu apakah yang seperti ini yang disebut modernisasi atau freedom of choice?  Yang jelas bagi saya ini Jaman Edan.

Apakah suasana yang sekarang ini dikarenakan bertepatan dengan suasana pesta demokrasi? Mboh ora weruh. Entahlah, mumet pokok-e.

Kenyataannya, semua media masa baik itu melalui TV, Koran bahkan cyber war sudah mulai lebih awal jauh sebelum bulan puasa ini dimulai. Coba lihat facebook sampeyan, berseliweran satu dengan yang lain untuk mengelu-elukan kandidatnya masing-masing. Jadi, pada dasarnya memang Ramadhan ini kalah pamor dibandingkan para kandidat tadi, dan jauh tertinggal start-nya. Ketika pesta ini sedang dalam fase panas-panasnya, ee... Ramadhan baru nongol. Ya jelas ludes... habis. Iya to?

Bersyukurlah sampeyan di kampung. Karena yang harus sampeyan kemas hanya ada dua: Niat dan Kaki. Niatkan bahwa Ramadhan tahun ini lebih baik dari yang pernah sampeyan lewati, karena belum tentu kita dapat lagi menjumpainya tahun depan. Iya khan? Semoga berkah dan Alloh ridlo karenanya. Aamiin. Dan persiapkan kaki, karena setiap langkah sampeyan di bulan suci ini sangat berharga untuk perhitungan kelak di kemudian hari.

Nah yang ini.. sialnya. Sementara sampeyan sudah tahu akan ke mana untuk sholat Tarawih malam pertama bulan suci ini, saya masih harus bertarung untuk bertanya kepada orang yang "tahu" di mana posisi masjid dan apakah menggelar "hajatan" sholat tarawih pada bulan suci ini. Mohon doa sampeyan semua di kampung, agar para undangan yang datang di pesta demokrasi ini nanti tidak pada "mabuk kepayang" dan tidak kebablasan untuk melepaskannya begitu saja kemuliaan yang hanya ada di bulan suci ini. Wallohuallam (Prahoro Nurtjahyo, Jakarta, Sabtu 28 Juni 2014)





2 comments:

Hendra said...

Catatan yang makjleb Pak Prahoro..
Ramadhan Mubarak..

Semoga bisa menikmati ibadah puasa di tanah air.. Aamiin

Prahoro Nurtjahyo said...

Terima kasih mas Hendra. Ramadhan Mubarak.