Menangis karena perpisahan itu perlu. Bahkan, bisa jadi menangis
itu harus. Tidak selamanya menangis itu identic
dengan cengeng. Bagi saya, menangis bisa
menjadi sesuatu yang indah, worth-it, dan “bermutu” jika di setiap tetesan air mata yang
jatuh adalah symbol betapa sakitnya
hati ketika persahabatan itu harus dipisahkan.
Melankonlis
sekali? May be. Romantis-kah? Not necessary. Makanya, kalau sampeyan melihat seseorang menangis, bisa jadi itu bukan karena dia
cengeng. Bisa jadi, dia takut jika
kenangan indah yang sudah terjalin di tempat ini, tidak dapat diulang lagi di tempat
lain. Iya khan?
Saya sering bertanya
“Kenapa kita harus berpisah? Mengapa sampeyan dan saya harus dipertemukan kalau akhirnya dipisahkan juga?”
“Kenapa kita harus berpisah? Mengapa sampeyan dan saya harus dipertemukan kalau akhirnya dipisahkan juga?”
Semuanya adalah rahasia Alloh. Bertemu karena Alloh.
Berpisah juga karena Alloh. Ketika
pertama bertemu dengan sampeyan, saya bertanya kepada Gusti Alloh, “Duh Gusti, kenapa saya dipertemukan
dengan sampeyan?” Tidak serta merta saya dapatkan jawabannya. Allah hanya
menuntun kita dengan Qodo dan Qodar-Nya agar berpikir bahwa semuanya
sudah dituliskan di Lauful Mahfudz
jauh sebelum manusia ini dilahirkan di muka bumi. Memang terkadang perlu waktu
untuk menerjemahkan Kalam-Nya. Kita
saja yang sering tidak sabar untuk menantikan rahasia apa sebenarnya. Dan
semoga sampeyan dan saya diberikan kesabaran,
ilmu dan kuasa untuk segera tahu alasan mengapa kita dipertemukan.
Demikian juga, ketika harus berpisah. Alloh telah mencukupkan pertemuan sampeyan
dan saya karena sesuatu yang terbaik sudah menanti kita didepan sana. Apa itu? Wallohuallam.
(Prahoro Nurtjahyo, 28 May 2015).
2 comments:
Celometan bernutris....thanks.
Gak berani baca detailnya. Wes hampir nangis cuma baca judulnya ajah...hehehe.
Post a Comment