Dalam cerita wayang, kita mengenal Sri Kresna (titisan Dewa Wisnu). Seorang ksatria berkulit hitam yang sakti mandraguna. Ketika lakon “Kresna Duta” digelar, si dalang menggiring perhatian para penonton dalam episode sebelum terjadinya perang besar Barathayuda. Kresna didaulat oleh saudaranya Pendawa untuk meminta kembali tahta kerajaan yang menjadi haknya yang dipegang oleh Kurawa. Sepertinya para Pendawa menggunakan maneuver pendekatan ke-dewa-annya Kresna. Dengan harapan Kurawa akan segan untuk bertingkah macam-macam.
Cara berpikir Pendawa ternyata bertolak belakang dengan jalan berpikir para Kurawa. Ternyata kehadiran Kresna sebagai seorang duta tidak berarti apa-apa di mata para Kurawa. Walhasil Kresna pun pulang dengan tangan hampa.
Apakah para Kurawa tidak tahu kalau Kresna itu titisan dari Dewa Wisnu? Ooo..Mereka itu tahu dan mereka tidak peduli. Bahkan mereka dapat memprediksi dengan tepat, kalau misalnya Kresna ikut campur dalam urusan keduniawian, pasti para dewa yang lain akan ikut campur juga. Sehingga, Kurawa berharap bisa menantang Pendawa di padang Kurusetra. Ternyata prediksi itu benar. Ketika Kresna marah karena merasa di hina oleh Kurawa, Kresna akhirnya ber-tiwikrama (berubah wujud menjadi raksasa). Sebenarnya dengan sekali gebrak saja, Kurawa sudah pasti akan habis ludes. Ketika marah sudah sampai di ubun-ubun, datanglah para dewa dari khayangan (entah khayangan mana?) sambil mengendap-endap..soalnya takut juga kalau sampai kena pukulan si Kresna yang sudah berubah wujud jadi raksasa ini. Maklum saja, kalau sudah jadi raksasa, si Kresna suka ngawur pukulannya (tidak terarah lagi). Meskipun sesama dewa, Dewa Wisnu merupakan salah satu dewa yang berbintang dengan jenjang karir yang cemerlang. Jadi kalau yang mendekati masih berpangkat melati atau paling banter bintang satu, para dewa itu masih keder juga. Akhirnya para dewa mengutus Batara Narada (yang sudah berbintang tiga) sebagai wakil para Dewa untuk meredam amarah Kresna (Dewa Wisnu).
Secara politis, Kurawa sudah di atas angin. Bagaimana tidak, lha wong manusia kok bisa mengalahkan dewa dalam hal berdiplomasi. Urusan dengan Kresna beres. Kurawa masih menguasai kerajaannya Pendawa. Sampai disini para penonton disuguhi oleh si dalang sebuah tontonan yang membakar amarah. Secara psikologis, si dalang berhasil membawa alam bawah sadar penonton untuk menyetujui kehidupan nyata di alam ini bahwa ketidakadilan itu tetap ada dan terlihat secara nyata tanpa ada prosesi penyelesaian.
Jadi dimana sebenarnya peran Kresna ini dalam menyelesaikan masalah? Kresna merupakan suatu symbol dari system yang disodorkan ketika hukum alam sudah tidak lagi dianggap mempunyai kekuatan. Ketika Kresna menjadi duta dari Pendawa, sebenarnya merupakan bagian dari proses untuk memperlambat terjadinya perang. Sebagai dewa, dia sudah dapat bocoran dari juragannya bahwa sudah ada garisnya kalau pada saatnya nanti Pendawa dan Kurawa akan perang di padang Kurusetra pada jam sekian, tanggal sekian dan hebatnya lagi sudah tahu siapa pemenangnya. Karena Kresna tidak bermain sebagai makomnya bahkan berusaha mengingkari hukum alam, sebagai akibatnya martabat dia sebagai dewa di telanjangi oleh keangkuhan manusia Kurawa. (PrahoroNurtjahyo, 6 Januari 2004)
No comments:
Post a Comment