Dua hari ini, saya mencoba untuk memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan gambaran betapa sumringah (baca: senang sekali) hati saya dengan terlaksananya acara syukuran hari Ahad kemarin, 7 Maret 2010. Dan sialnya, sampai tulisan ini terkirim, ternyata saya masih belum mampu juga untuk menemukan kata-kata itu. Edan tenan. It is absurd, isn’t it?
Tak terhitung berapa banyak kumpulan kata yang sudah tertata rapi menjadi kalimat, akhirnya saya harus menghapusnya lagi karena kalimat itu tak mampu menggambarkan betapa indahnya perjalanan kebersamaan kita selama tiga pekan terakhir ini. Coba sampeyan bayangkan. Diantara kita ada yang ngebut membikin booklet, ada yang harus melipat kertas, ada yang menempel poster, ada yang berjibaku dengan anak-anak untuk bersahutan suara, ada yang memasak sayur bening :-) bahkan ada yang melekan (nggak tidur) karena harus editing video layaknya sang sutradara pilem.
Pendek kata, masing-masing dari kita telah menjalankan fungsi sesuai dengan makomnya. Ada yang bagian depan menerima tamu. Ada yang bagian setrum (ngurusi kabel…he..he..he..), ada yang kebagian memimpin doa, ada yang memang dipajang untuk diphoto saja dan memberikan sambutan saja. Ada bagian halo-halo didepan, ada juru nego alias tawar sampai habis :-) Sungguh komplit rasanya paduan komuniti kita ini. Iya nggak?
Uraian kata dan kalimat yang terhapus tadi telah mendorong saya untuk menggantikannya dengan satu ungkapan, yaitu Alhamdulillah. Segala puji syukur, hanya karena Ridlo-NYA kita dapat mengawali dan mengakhiri kegiatan ini dengan baik. Hanya dengan Rahman dan Rahim-NYA, saya diberikan kesempatan untuk bekerja bareng dengan orang-orang terbaik yang pernah saya kenal (ya sampeyan-sampeyan ini). Hanya dengan ijin-NYA, kita diberikan waktu untuk berbuat bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga saudara-saudara di sekitar kita. Bukankah ini nikmat yang luar biasa dan patut untuk kita syukuri? Iya to? Bukankah nikmat itu baru akan terasa ketika kita mampu memberi kepada orang yang memerlukannya?
Anda (sampeyan) dan saya boleh berseberangan jalan dalam melihat kasus per kasus. Ya boleh to … siapa yang melarang? lha wong meskipun kita sama-sama makan nasi toh lauknya belum tentu sama. :-)
Regardless dengan tempat dimana acara syukuran ini telah diadakan. It doesn’t matter dengan suguhan makanan yang telah dihidangkan, atau lamanya persiapan yang telah dikeluarkan, atau bahkan berapa resources yang telah dilibatkan, ternyata (bagi saya) semua daftar panjang tadi hanya bagian dari sunatulloh untuk mengenal lebih jauh di antara para pelaku yang terlibat dalam kegiatan ini. Shoot me!
Karena kegiatan ini, saya menjadi lebih mengenal kharakter para senior saya. Karena kegiatan ini pula, saya lebih mudah menterjemahkan talenta para Junior dalam menjalankan ritme sebuah team work. Bahkan dengan kegiatan ini, saya yang semula masih bingung bagaimana harus memposisikan diri, ternyata beberapa teman justeru lebih dulu ringan tangan dengan membantu tanpa menunggu permintaan resmi dari saya. Sungguh bahasa tubuh yang sangat indah, yang sudah jarang ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat kita saat ini. It’s surprising.
Jazakallahu Khairan Katsira. Meski kata “Terima kasih” sudah jamak disampaikan, toh saya tetap menyampaikanya juga pada media ini. Bukan karena sekedar melanggengkan sebuah tradisi, tetapi lebih merupakan sebagai perwujudan rasa syukur karena keberadaan anda dan saya hanya akan sempurna jika saling melengkapi. Iya to?
Tentunya, apa yang sudah berjalan dengan baik, menjadi kewajiban bagi kita untuk tetap pertahankannya. Sementara itu, semua peluang lain yang dapat kita tumbuh kembangkan akan selalu kita evaluasi untuk melihat kemungkinan melesat lebih jauh lagi.
Kalaulah hari ini kita belum mampu berbuat untuk masyarakat yang lebih besar, marilah kita mulai dari yang kecil dulu. Kita mulai dari anda dan saya. Itulah kita, sebuah miniatur kecil dalam strata masyarakat Muslim di tempat perantaun dimana definisi saudara lebih ditentukan berdasarkan kebersamaan ketika bertemu saat sholat Jumat, mengaji Al-Quran bersama-sama, dan, of course, ditambah dengan rasa senasib dan sepenanggungan. Itulah kita, yang sedang belajar bersama untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan ini. Wallohulam. (Prahoro Nurtjahyo, Selasa Legi, Maret 9, 2010)
Tak terhitung berapa banyak kumpulan kata yang sudah tertata rapi menjadi kalimat, akhirnya saya harus menghapusnya lagi karena kalimat itu tak mampu menggambarkan betapa indahnya perjalanan kebersamaan kita selama tiga pekan terakhir ini. Coba sampeyan bayangkan. Diantara kita ada yang ngebut membikin booklet, ada yang harus melipat kertas, ada yang menempel poster, ada yang berjibaku dengan anak-anak untuk bersahutan suara, ada yang memasak sayur bening :-) bahkan ada yang melekan (nggak tidur) karena harus editing video layaknya sang sutradara pilem.
Pendek kata, masing-masing dari kita telah menjalankan fungsi sesuai dengan makomnya. Ada yang bagian depan menerima tamu. Ada yang bagian setrum (ngurusi kabel…he..he..he..), ada yang kebagian memimpin doa, ada yang memang dipajang untuk diphoto saja dan memberikan sambutan saja. Ada bagian halo-halo didepan, ada juru nego alias tawar sampai habis :-) Sungguh komplit rasanya paduan komuniti kita ini. Iya nggak?
Uraian kata dan kalimat yang terhapus tadi telah mendorong saya untuk menggantikannya dengan satu ungkapan, yaitu Alhamdulillah. Segala puji syukur, hanya karena Ridlo-NYA kita dapat mengawali dan mengakhiri kegiatan ini dengan baik. Hanya dengan Rahman dan Rahim-NYA, saya diberikan kesempatan untuk bekerja bareng dengan orang-orang terbaik yang pernah saya kenal (ya sampeyan-sampeyan ini). Hanya dengan ijin-NYA, kita diberikan waktu untuk berbuat bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga saudara-saudara di sekitar kita. Bukankah ini nikmat yang luar biasa dan patut untuk kita syukuri? Iya to? Bukankah nikmat itu baru akan terasa ketika kita mampu memberi kepada orang yang memerlukannya?
Anda (sampeyan) dan saya boleh berseberangan jalan dalam melihat kasus per kasus. Ya boleh to … siapa yang melarang? lha wong meskipun kita sama-sama makan nasi toh lauknya belum tentu sama. :-)
Regardless dengan tempat dimana acara syukuran ini telah diadakan. It doesn’t matter dengan suguhan makanan yang telah dihidangkan, atau lamanya persiapan yang telah dikeluarkan, atau bahkan berapa resources yang telah dilibatkan, ternyata (bagi saya) semua daftar panjang tadi hanya bagian dari sunatulloh untuk mengenal lebih jauh di antara para pelaku yang terlibat dalam kegiatan ini. Shoot me!
Karena kegiatan ini, saya menjadi lebih mengenal kharakter para senior saya. Karena kegiatan ini pula, saya lebih mudah menterjemahkan talenta para Junior dalam menjalankan ritme sebuah team work. Bahkan dengan kegiatan ini, saya yang semula masih bingung bagaimana harus memposisikan diri, ternyata beberapa teman justeru lebih dulu ringan tangan dengan membantu tanpa menunggu permintaan resmi dari saya. Sungguh bahasa tubuh yang sangat indah, yang sudah jarang ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat kita saat ini. It’s surprising.
Jazakallahu Khairan Katsira. Meski kata “Terima kasih” sudah jamak disampaikan, toh saya tetap menyampaikanya juga pada media ini. Bukan karena sekedar melanggengkan sebuah tradisi, tetapi lebih merupakan sebagai perwujudan rasa syukur karena keberadaan anda dan saya hanya akan sempurna jika saling melengkapi. Iya to?
Tentunya, apa yang sudah berjalan dengan baik, menjadi kewajiban bagi kita untuk tetap pertahankannya. Sementara itu, semua peluang lain yang dapat kita tumbuh kembangkan akan selalu kita evaluasi untuk melihat kemungkinan melesat lebih jauh lagi.
Kalaulah hari ini kita belum mampu berbuat untuk masyarakat yang lebih besar, marilah kita mulai dari yang kecil dulu. Kita mulai dari anda dan saya. Itulah kita, sebuah miniatur kecil dalam strata masyarakat Muslim di tempat perantaun dimana definisi saudara lebih ditentukan berdasarkan kebersamaan ketika bertemu saat sholat Jumat, mengaji Al-Quran bersama-sama, dan, of course, ditambah dengan rasa senasib dan sepenanggungan. Itulah kita, yang sedang belajar bersama untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan ini. Wallohulam. (Prahoro Nurtjahyo, Selasa Legi, Maret 9, 2010)
No comments:
Post a Comment