Monday, August 22, 2011

"Terperangkap" Iktikaf

Kalau sampeyan sudah berani mengambil ancang-ancang untuk ber-iktikaf di Masjid kampung saya, maka saya sarankan di siang harinya berlatihlah tentang kesetimbangan tubuh. Yang saya maksud dengan kesetimbangan disini adalah kekompakan dari empat komponen antara kaki, leher, mata dan hati. :-)

Mengapa? Kalau tidak ada kekompakan, maka saya memprediksi satu dari tiga kemungkinan ini akan terjadi. Pertama, kemungkinan sampeyan jatuh tersungkur karena tidak sinkron kerja sama antara mata yang baru melek dengan kekuatan kaki. Kedua, kemungkinan otot leher terasa copot atau tegang karena posisi sujud yang humanly cukup lama, apalagi untuk ukuran anak kecil. Yang ketiga, kemungkinan sampeyan ngedumel selepas sholat selesai yang seharusnya melatih hati untuk sabar...ternyata malah ngomongin si Imam yang sudah capek2 menghafal surat dan doa yang super panjang, ”Sialan...bisa copot ini leher”.


Kalau saja Iktikaf hari Sabtu malam (minggu pagi) kemarin berjalan tanpa adanya Qiyamul Lail, bisa jadi tulisan ini tidak saya paksakan untuk terkirim ke layar monitor sampeyan saat ini. Juga, kalau saja, anak saya yang bontot tidak ikut barisan makmum dalam Qiyamul Lail itu, saya pastikan tidak akan ada tulisan ini.



Manusia ini khan yang di-mau-i adalah yang enak-enak saja. Hidup enak di dunia, proses sakaratul-maut nya adem ayem tidak ada kesakitan, dan nanti pada hari pembalasan masuk ke Surga. Enak tenan. Iya to?

Tentu...bukan hal yang aneh untuk mendapatkan ibadah sehari equally dengan 1000 bulan, harus ditempuh dengan usaha keras bilamana perlu harus tersungkur kepala ini atau tegang leher kita. Lha iya to? Justeru mencurigakan kalau kita dapat sesuatu yang seabreg hanya dengan usaha yang ringan-ringan saja. Bukankah begitu?

Coba sampeyan amati, semua yang bertitik akhir pada kata ”pahala” atau reward selalu dimulai dengan basis dua kata, ”perlu pengorbanan” atau effort. You name it. Kegiatan manusia apa yang langsung memberikan hasil tanpa ada usaha? Itu sudah melanggar sunatulloh atau hukum ketetapan Alloh. Lha wong usaha yang kecil kok minta hasil yang besar.... Memangnya dunia ini milik mbah buyut sampeyan? :-)

Ini merupakan tahun kedua kami mengikuti Iktikaf di Masjid yang sama. Sepertinya tahun lalu, saya tidak mengalami pengalaman se-menarik ini. Saya hanya berharap, pasca kejadian hari Minggu kemarin si bontot tidak sakit hati atau malahan antipati kalau diajak ke Masjid lagi.

Sudah pasti, sebelum berangkat ke Masjid (apalagi nanti adalah malam ganjil), bersiaplah dengan kelenturan leher, kekuatan kaki dan mata untuk mengontrol irama pergerakan dari rukuk, i’tidal dan sujud. Satu lagi, kalau sampeyan belum yakin seberapa kuat fisik sampeyan, maka saya sarankan untuk tidak memilih pilih posisi makmum di barisan paling depan. Siapa tahu kalau sampeyan mau kabur...tidak perlu mengganggu makmum yang lain. :-)

Terakhir, kalau sampeyan sudah memasukan ibadah Haji dalam kategori ibadah fisik, maka saya sarankan untuk menambah daftar list panjang sampeyan dengan Iktikaf di masjid PLUS Qiyamul lail (at least di masjid kampung kami) adalah ibadah fisik. J Dimana, kalau hati, kaki dan leher belum siap, maka persiapkanlah itu terlebih dulu. Kalau tidak... ngedumel adalah hasil akhirnya. Selamat menikmati 10 hari terkahir Ramadan. Wallohuallam (Prahoro Nurtjahyo, August 22, 2011)

No comments: