Tuesday, December 05, 2006

Jangan Suka Mengolok

Dua belas tahun yang lalu, Ibu mertua saya pernah bertanya yang sebenarnya mengarah pada sebuah wanti-wanti (baca: warning) ke saya, “Nak…Kalau ada seorang laki-laki kawin lagi..apa sih yang dicari? Apakah mencari yang modelnya melintang?” :-) Waduh…Mimpi apa saya ini semalam, kok mendapat serangan pamali seperti ini? Inikah salah satu bentuk kasih sayang seorang ibu untuk mem-proteksi anak perempuannya? Every mother will do the same thing.

Saya sebenarnya mau menjawab, “Lho Bu itu khan Sunnah Rosul”, tapi tidak jadi saya teruskan karena saya sudah tahu apa jawaban balik dari Ibu mertua saya nantinya, “Sunnah Rosul kok yang diambil bagian poligami-nya saja?” Dalam hitungan detik, ada “wangsit” yang membisiki otak saya dan langsung saya transfer ke mulut, “Lha iya ya Bu… kalau ngomong masalah model, sebenarnya itu ada berapa model?” Kalau anda sedang bermain catur, ini adalah Skak Mat. Yang saya peroleh bukan jawaban balik, tetapi mata Ibu mertua saya yang melotot :-) Oo.. Dasar menantu bonek!

Sewaktu saya masih kanak-kanak, Ibu saya kerap sekali mengingatkan kami anak-anaknya untuk jangan suka alok (bahasa jawa) yaitu suka mengolok ketika melihat hal-hal yang tidak pantas yang dilakukan oleh seseorang. ”Cepat Istighfar dan bilang Naudzubillahimindzalik”. Berangkat dari sebuah logika yang sederhana. Bisa jadi karena kita bukan pada posisi yang bersangkutan sehingga dapat dengan lancar dan lincah lidah kita untuk mengatakan, ”Kok bisa dia melakukan hal itu.....” Belum tentu kalau kesempatan itu ada pada kita, bisa jadi kita lebih heboh melakukannya. Naudzubillah.

Berita hot terakhir di tanah air tentang anggota DPR dengan penyanyi dangdut, kemudian Dai terkenal dengan janda kembang, dan masih banyak cerita hot yang lain lagi...telah pindah tempatnya menjadi ajang diskusi di rumah tangga saya. Pada saat makan malam, istri saya mempertanyakan lagi posisi hati saya (setelah 12 tahun dan beranak pinak 3?). Untuk menjawab pertanyaan itu, tentu saya perlu menata strategi dan extra hati-hati. Pertama, apapun jawabannya, saya tidak ingin melukai hati pasangan hidup saya ini. Kedua, sayapun tahu bahwa dia tidak ingin memperoleh jawaban yang asal membuat hatinya tenteram saja (kalau cuman sebatas itu sih..laki-laki mah jagonya nge-gombal :-), tentu saja yang dia perlukan adalah ketulusan dalam menjawab.

Sambil menata posisi duduk saya katakan,

Saya tidak suka berandai-andai karena masih banyak urusan lain yang lebih memerlukan konsentrasi pikiran daripada sekedar berandai-andai bergoyang joget dengan penyanyi dangdut

Saya teruskan lagi,

Saya laki-laki normal dan tahu persis berapa besar batas (limit) kekuatan Iman saya untuk hal-hal yang seperti ini. Dan tentunya, janganlah kamu tanyakan dimana batas kekuatan Iman saya karena sayapun masih mencari dimana batasnya. Yang sekarang dapat saya lakukan adalah mengatakan sejujurnya apa yang ada dalam benak saya dan berdoa kepadaNya agar dijauhkan dari segala macam kesempatan (kalaupun harus ada).

“Lha.. kalau setannya lebih kuat bagaimana?” Ahh…alasan saja, suami bonek !

Malam itu, ketika kami akan tidur, saya tanyakan kembali ke istri saya, “Ada berapa model sih sebenarnya?” Jawabannya sebuah cubitan dipinggang. Sakit Euy.. :-) (Prahoro Nurtjahyo, Selasa, 5 December 2006)

1 comment:

A B A N G said...

AA Gym bilang ; "yang ngecam polygami itu kurang ilmu", terus Hendro Basuki bilang ; "Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani setya budya pangekese dur angkara", terus aku bilang : " satu aja nggak habis-habiiis ... ", kayak iklan Philips ; "Terus terang Philips terang terus ... ".